Category: Artikel Ilmiah



LEAFLET SEMINAR NASIONAL PERIPI 2012



File lngkap kilik disini…!!
PENDAHULUAN

Inbreeding depression sudah lama diketahui dapat mempengaruhi perkembangan populasi alami. Hasil dari analisis pedigree, analisis molekuler, dan analisis telah mampu meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi inbreeding depresi pada poulasi alami. Analisis – analisis tersebut memperlihatkan bahwa tingkat inbreeding depression berbeda – beda pada taksonomi, populasi, atau lingkungan yang berbeda. Namun, diketahui bahwa pengaruhnya masih cukup besar. Inbreeding depression diketahui dapat mempengaruhi berat badan, kelangsungan hidup, reproduksi, resistensi terhadap cekaman biotik dan abiotik pada burung dan mamalia.
Inbreeding depression juga diketahui dapat mempengaruhi perkecambahan benih, survival, dan resistensi terhadap cekaman biotik dan abiotik pada tanaman. Hasil lain juga memperlihakan bahwa berkurangnya keragaman genetik dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan peningkatan kepunahan suatu organisme. Persilangan antara populasi – populasi dengan keragaman genetik yang berbeda tersebut dapat menghasilkan heterosis yang dapat menutupi terjadinya mutasi yang merusak, sehingga penting untuk dapat terus mempertahankan gen flow antar populasi dengan keragaman genetik yang berbeda tersebut untuk menghindari adanya efek inbreeding depression.
Populasi yang kecil dan terisolir lebih rentan terhadap gangguan eksternal. Populasi seperti ini juga terancam pleh adanya inbreeding depression dan penurunan keragaman genetik. Hasil penelitian baru – baru ini menunjukan bahwa adanya inbreeding dan inbreeding depression memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan terutama bagi para ahli biologi konservasi.
Pada populasi yang kecil dan terisolasi (Ne kurang dari 100) dapat mengalami dua ancaman genetik. Frekuensi alel yang pada kawin acak akan tetap atau lama – kelamaan cenderung akan hilang. Bersaman dengan hal tersebut juga akan terjadi penumpukan alel mutasi yang merusak. Kedua proses tersebut berlangsung secara bertahap sehingga tidak menimbulkan ancaman terhadap populasi dalam jangka pendek. Namun, adanya inbreeding dapat menyebabkan ancaman terhadap populasi tersebut menjadi lebih cepat. Hal itu karena pada populasi kecil menyebabkan pembatasan untuk saling kawin acak antar genotipe yang beragam. Hal ini dapat menghasilkan peningkatan terhadap individu – individu yang memiliki alel homozigot. Penurunan fitness akibat adanya inbreeding dikenal sebagai inbreeding depression.

PENGERTIAN INBREEDING DAN INBREEDING DEPRESSION

Inbreeding digunakan untuk menggambarkan berbagai fenomena yang terkait dengan persilangan antar kerabat dekat yang dapat meningkatkan homozigositas genotipe. Terjadi perbedaan antara berbagai ahli dalam mengartikan inbreeding. Hal ini dikarenakan berbedanya populasi yang digunakan oleh para ahli tersebut dalam menghitung inbreeding. Terdapat 3 definisi unbreeding yang biasa digunakan, yaitu:

1. Pedigree inbreeding
Suatu organisme dianggap inbrida ketika inbrida tersebut berasal daru nenek moyang atau tetua asal yang sama. Informasi silsilah organisme tersebut dapat digunakan untuk menentukan koefesien inbreeding (F). Koefesien ini pada awalnya berasal dari korelasi “by Wright” yang juga merupakan suatu definisi yang umum digunakan. F didefinisikan sebagai probabilitas dua gen homolog gene yang identik yang berasal dari nenek moyang yang sama.

Gambar Inbreeding berdasarkan Pedigree
Suatu individu yang memiliki koefisien inbreeding F berarti memiliki probabilitas sebesar F bahwa kedua gen tersebut berasal dari satu tetua asal, sedangkan koefesien 1 – F menunjukan bahwa kedua gen tersebut tidak berasal dari tetua yang sama. Pedigree F hanya untuk menghitung nilai inbreeding yang dihasilkan oleh pedigree itu sendiri, Rata – ratanya akan sama dengan kurva Wright.

2. Inbreeding pada persilangaan terkendali
Istilah inbreeding ini berdasarkan pada tingkat kedekatan antara pasangan genotipe pada persilangan acak dalam suatu populasi. Suati individu akan dianggap sebagai inbrida jika tetuanya memiliki hubungan yang lebih dekat dibandingkan dengan individu yang dipilih secara acak. Tipe inbreeding seperti ini sangat tergantung dengan kawin acak pada populasi dengan ukuran yang sama. Walaupun dapat dihitung dengan menggunakan silsilahnya, namun tipe inbreeding ini lebih sering dihitung dengan menggunakan Fis, yaitu nilai deviasi antara heterozigositas yang diamati dengan heterozigosita yang diharapkan dari suatu individu pada keseimbvangan hardy – weinberg.

“Fis = (1 – Ho) / He”

Nilai Fis > 0 menunjukan bahwa inbreeding yang terjadi lebih besar dari pada yang dari pada yang diharapkan pada suatu populasi, sedangkan nilai Fis < 0 menunjukan bahwa inbreeding yang terjadi pada populasi masih rendah.
Pada populasi yang kecil, kawin acak dapat menyebabkan persilangan antar kerabat dekat yang menyebabkan F pedigree (Fit) menjadi tinggi namun menyebabkan Fis akan bernilai nol. Setelah satu generasi pada populasi kawin acak, nilai Fis akan kembali menjadi nol.

3. Inbreeding akibat sebagian dari populasi
Ketika suatu populasi dikelompok – kelompokan, terjadinya inbreeding benar – benar dikarenakan ukuran populasi yang dibatasi dan hasil dari kecenderungan genetik. Definisi inbreding ini berhubungan dengan nilai tengah koefisien inbreeding yang diharapkan dalam suatu subpopulasi yang kawin acak dan sama dengan Fst Wright, yang menghitung inbreeding pada populasi total kawin acak. Fst dapat dihitung dengan menggunakan silsilah individu tersebut, namun umumnya lebih sering dihitung dengan memanfaatkan data genetik yang ada (kotak 4).

(1-Fit) = (1-Fis) (1-Fst)

Percobaan dalam menghitung efek inbreeding juga dapat digunakan untuk membedakan antar tipe – tipe inbreeding. Selain itu juga terdapat keadaan yang merupakan efek dari gabungan beberapa tipe inbreeding.

Pengertian inbreeding depression berbeda dengan pengertian inbreeding.. Inbreeding depression adalah akibat yang umum terjadi karena adanya inbreeding. Inbreeding depresion diartikan sebagai penurunan kualitas tanaman, seperti viabilitas, produksi, fitness yang terjadinya karena adanya inbreeding. Pada jurnal lainnya, inbreeding depression diartikan juga sebagai Penurunan heterozigositas yang mengakibatkan perubahan fenotip yang tidak baik. Hal ini dapat terjadi karena inbreeding akan dapat menurunkan tingkat heterozigositas keturunannya. Selfing yang merupakan contoh inbreeding yang paling ekstrim akan dapat menurunkan heterozigositas sebesar 50% pada setiap generasinya. Hal ini memperlihatkan perbedaan yang jelas antara inbreeding dengan inbreeding depression.

TEORI PENYEBAB INBREEDING DEPRESSION

Inbreeding depression seperti yang dijelaskan di atas terjadi karena adanya penurunan heterozigositas akibat terjadinya inbreeding. Namun, yang menjadi pertannyaan adalah mengapa penurunan heterozigositas suatu individu dapat menyebabkan depression? Dalam tulisan ini menjelaskan bahwa terdapat 3 teori mengenai aspek dasar yang penting dalam mempelajari evolusi sistem persilangan dan inbreeding depression, yaitu:

1. Tipe Interaksi Alel (Dominan atau Overdominan)
Teori dominan menjelaskan bahwa inbreeding depression dihasilkan dari adanya peningkatan homozigositas alel – alel resesif yang membawa sifat tidak baik (Deleterious Alel) sehingga sifat – sifat tersebut menjadi terekspresi (inbreeding depression) ketika terbentuk homozigot alel resesif. Pada teori ini, inbreeding depression tidak terjadi pada lokus heterozigot karena ekspresi dari alel resesif terhalangi oleh adanya alel dominan yang normal.
Teori ini sempat mendapat bantahan karena pada teori ini seharusnya dapat dihasilkan individu yang memiliki homozigot pada semua lokusnya dengan vigor yang sama baiknya dengan individu F1. Namun, hal ini tidak pernah terjadi. Bantahan terhadap teori ini pada akhirnya berhenti karena kenyataan bahwa hampir selalu terdapat linked antar lokus, sehingga individu yang homozigot pada semua lokus hampir mustahil didapatkan.
Sementara teori overdominan menjelaskan bahwa alel yang heterozigot pada suatu lokus akan lebih lebih baik dibandingkan lokus yang memiliki alel yang homozigot walaupun terdiri dari homozigot dominan. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan atau kehilangan heterozigositas akan dapat menyebabkan terjadinya inbreeding depression. Semakin jauh tingkat kekerabatan dalam satu lokus maka akan menghasilkan fitness yang semakin baik. Pada jurnal lainnya, disebutkan bahwa overdominan hanya melibatkan satu lokus saja, sedangkan yang melibatkan lebih dari satu lokus disebut sebagai pseudooverdominan. Berikut adalah gambaran mengenai teori inbreeding depression yang diakibatkan oleh adanya interaksi antar alel:

Gambar teori inbreeding depression akibat adanya interaksi antar alel

Teori over dominan mulai kurang mendapat dukungan pada sekarang ini. Hal ini dapat dilihat pada kasus adanya linked antara 2 lokus yang berbeda misal A dan B, yaitu ketika individu tersebut menghasilkan individu heterozigot, maka seharusnya akan menghasilkan turunan yang memiliki fitness tertinggi, sedangkan pada turunan yang homozigot akan selalu menghasilkan turunan yang fitnesnya sangat buruk. Namun, hal tersebut tidak selalu terjadi. Pada turunan yang homozigot dominan pada kedua lokusnya, sering kali memiliki fitness yang sama baiknya dengan dengan turunan heterozigot dan lebih baik dibandingkan turunan homozigot resesif. Hal inilah yang menyebabkan dukungan terhadap teori overdominan tidak berkembang pada saat ini.

2. Kontribusi Epistasis
Pada teori ini, adanya inbreeding depresion diakibatkan oleh adanya interaksi antar lokus. Hal ini dapat terdetekdi dengan melihat kurva inbreeding depression. Pada kurva yang terdiri dari fitness dengan jumlah deleterious alel, jika menghasilkan kurva yang linear maka diketahui terdapat efek epistasis pada inbreeding depression tersebut, sedangkan pada kurva yang menghubungkan log fitnes dengan jumlah deleterious alel, jika tidak menghasilkan kurva linear maka juga terdapat epistasis kurva tersebut. Berikut adalah gambarannya:

Gambar terdapatnya kontribusi epistasis pada inbredding depression.

3. Jumlah Lokus yang Terlibat dan Efek Distribusinya
Inbreeding depression akan tinggi terjadi jika lokus yang homozigot memiliki pengaruh yang sangat menentukan bagi tanaman tersebut. Seperti ketika terjadi mutasi terhadap alel yang terkait dengan klorofil. Ketika lokus tersebut dalam keadaan alel homozigot mutan akan menyebabkan klorofil tidak berfungsi. Hal ini menyebabkan pengaruh inbreeding depression yang sangat besar.]

MENGHITUNG INBREEDING DEPRESSION

Banyaknya tipe inbreeding depression menyebabkan adanya berbagai metode untuk menghitung inbreeding depression. Namun, perhitungan – perhitungan tersebut menyebabkan kesulitan dalam membandingkan seluruh sifat, taksanomi, dan tingkatan dan inbreeding. Berikut terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk membandingkan hal – hal tersebut:

1. Inbreeeding depression biasa dihitung dengan membandingkan fitnes keturunan dari outcrossing dengan fitnes dari keturunan inbreeding. Jika mutasi pada lokus yang berbeda memiliki efek yang acak, maka log dari fitness (atau komponen utama, seperti viability fecundity) diperkirakan akan menurun secara linear sebanding dengan peningkatan koefisien inbreeding (Gambar 1). Inbreeding load (inbreeding depression) merupakan kemiringan (slope = -B ) dari grafik tersebut. Namun, inbreeding depression biasa ditenukan hanya dengan nilai B saja. Pada populasi menyerbuk sendiri, inbreeding depression biasanya dihitung dengan membandingkan fitness dari hasil sel dan cross fertilization. Jika tetuanya bukan inbreed maka F = 0, sehingga secara acak ketrunannya pun akan non inbreed sehingga F nya = 0. Namun, pada turunan hasil selfing akan menghasilkan F = 0.5. Depression fitness turunan hasil selfing relatif terhadap turunan outcrossing dapat didefinisikan sebagai berikut:

δ=(Wo−Ws)/Wo=1−Ws/W

dimana: Wo = fitness progeni dari outcrossing; Ws = fitness progeni dari selfing;
Hubungan antara inbreeding depression dan inbreeding load adalah:

logWs−logWo=log(Ws/Wo)=−B/2

Eksponensialkan keduanya, maka inbreeding depression dapat dinyatakan

δ=1−Ws/Wo=1−e−B/2

Sedangkan untuk inbreeding selain selfing, hubungan antara inbreedign depression dan inbreeding load dapat ditulis sebagai:

δ=1−e−B*F,

dimana: δ = Inbreeding depression; B = Inbreeding load; F + Koefisien inbreeding

2. Pada populasi yang dikelompok – kelompokan, inbreeding dapat dideteksi dengan melakukan persilangan antar sub populasi. Persilangan tersebut akan menghasilkan heterosis.

Pada jurnal yang lainnya, perhitungan mengenai inbreeding depression dibedakan berdasarkan tipe persilangannya, yaitu perhitungan inbreeding depression pada tanaman menyerbuk sendiri dan perhitungan inbreeding depresion pada tanaman menyerbuk silang.
Perhitungan inbreeding depression pada tanaman menyerbuk sendiri hanya dapat dilakukan setelah satu generasi keturunan. Benih hasil selfing dan hasil outcrossing ditanam pada waktu bersamaan pada lingkungan yang sama. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap berbagai karakter tertentu, seperti viabilitas dan fertilitas. Setelah itu dilakukan perhitungan beradasarkan persamaan:

δ = (Wx – Ws ) / Wx, dimana:

δ = inbreeding depression; Wx = Nilai dari keturunan hasil outcrossing; Ws = Nilai dari keturunan hasil inbreeding

Perhitungan inbreeding depression pada tanaman mnyerbuk silang dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien inbreeding ( F ) dan inbreeding load ( B). Inbreeding load diartikan sebagai terjadinya penurunan fitness akibat adanya kenaikan koefisien inbreeding. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar skema inbreeding depression pada tanaman menyerbuk silang

Pada gambar b memperlihatkan bahwa penurunan fitnes ditentukan berdasarkan penurunan regresi pada kenaikan koefisien inbreeding. Pada gambar c diperlihatkan penurunan keberhasilan perkecambahan sesuai dengan kurva linier pada kenaikan koefisien inbreeding pada percobaan sib-matting.

Banyaknya tipe inbreeding menyebabkan banyak variasi dalam menentukan inbreeding depression. Berikut ini adalah berbagai metode yang dapat digunakan dalam mendeteksi inbreeding depression:

Pada tabel di atas terlihat berbagai metode yang berbeda – beda yang dapat digunakan dalam menduga inbreeding depression. Pada kasus yang berbeda, maka inbreeding depression juga ditentukan dengan cara yang berbeda.

MANFAAT INBREEDING

Penjelasan di atas lebih sering menyebut bahwa inbreeding hampir selalu menyebabkan terjadinya depresi pada turunannya. Namun, hal ini tidaklah selamanya benar. Inbreeding memiliki dapat memberikan beberapa keuntungan bagi tanaman, seperti jaminan dalam terjadinya penyerbukan, kemampuan dalam memngembangkan kolonisasi, dan merupakan salah satu fenomena evolusi yang paling luas pada tanaman. Tanaman yang memiliki tingkat inbreeding yang tinggi akan menyediakan polennya sendiri, sehingga ia mampu berkembang dengan baik.
Pada tanaman menyerbuk sendiri, inbreeding dimanfaatkan untuk membentuk varietas galur murni. Pada penjelasan sebelumnya dijelaskan bahwa adanya inbreeding menyebabkan peningkatan alel homozigot resesif, yang jika alel tersebut bersifat kurang (pada umumnya terjadi adanya mutasi) baik maka akan dapat menyebabkan inbreeding depreesion. Namun, secara alami telah terjadi seleksi yang akhirnya dapat membuang alel alel tersebut dari populasi. Pada seleksi alami, pada individu yang memiliki alel homozigot resesif akan mengalami penurunan fitnes dan lama – kelamaan akan menyebabkan individu tersebut mati dan pada akhirnya akan tereliminasi dari populasi, sehingga yang tersiksa hanyalah individu – individu yang baik. Pada seleksi buatan, para pemulia umumnya meninggalkan individu – individu yang homozigot yang kurang baik, sehingga yang tersisa hanyalah individu – individu homozigot yang baik.

KESIMPULAN

Inbreeding seringkali diartikan sama dengan inbreeding depression, padahal sebenarnya keduanya merupakan hal yang berbeda. Terdapat berbagai tipe inbreeding yang juga menyebabkan berbagai tiper perhitungan dalam menentukan inbreeding depression. Inbreeding depression sendiri diartikan sebagai penurun heterozigositas yang menyebabkan keturunanya menghasilkan fenotifik yang kurang baik.
Terdapat 3 teori yang secara luas digunakan untuk menjelaskan terjadinya inbreeding depression, yaitu adanya interaksi antar alel (dominan, pseudooverdominan, dan overdominan), kontribusi epistasis, dan jumlah lokus dan efek lokus. Terdapat berbagai tipe metode yang dapat digunakan dalam menentukan inbreeding depression. Fenomena inbreeding tidak selalu mengakibatkan dampak yang buruk, fenomena inbreeding juga dapat dimanfaat oleh para pemulia dalam membentuk varietas galur murni.

TINJAUAN PUSTAKA

Carr, D. E. and M. R. Dudash. 2003. Recent approaches into genetic basic of inbreeding depression in plants. Phil. Trans. R. Soc. Lond. B. 358 : 1071 – 1084
Charlesworth D. and J. H. Willis. 2009. The genetic inbreeding depression. Nature Review Genetics. 10 : 783 – 796
Keller, L. F. and D. M. Waller. 2002. Inbreeding effect in wild population. TRENDS In Ecology & Evolution. 17 (5) : 230 – 241.


Download software CurveExpert 1.3 kunjungi alamat ini..!!!   http://www.flu.org.cn/en/download-79.html

Download pdf Penggunaan Software CurveExpert 1.3 dalam Analisis LD50 klik disini…!!!

Software CurveExpert 1.3 dan Penggunaannya dalam Analisis LD50

CurveExpert 1.3 merupakan sala satu software yang biasa digunakan dalam analisis LD50. Cara kerja software ini adalah dengan mengolah data x dan y menjadi berbagai macam bentuk kurva dan persamaannya, sehingga nantinya kita dapat menentukan nilai x atau y yang kita inginkan. Berikut adalah contoh dan langkah – langkah penggunaan CurveExpert 1.3 untuk analisis LD50.

1.    Install softwareCurveExpert 1.3 terlebi dahulu dengan cara klik SETUP. Kemudian cukup dengan klik next saja terus – menerus

2.    Buka program CurveExpert 1.3 dengan cara klik gambar kurva

3.    Kemudian akan muncul layar CurveExpert, seperti dibawah ini:

4.    Masukkan data dengan cara menuliskan secara ke bawah dosis iradiasi yang digunakan pada kolom X dan mengetikan presentase tanaman hidup di kolom Y

5.    Setelah itu klik RunCurve Finder  (gambar bulatan kuning) sehingga muncul layar CurveFinder.

6.    Setelah muncul layar CurveFinder,  cheklist semua model families dan turunkan degree polinomial menjadi 3 saja. Kemudia klik OK

7.    Setela beberapa saat, akan dihasilkan berbagai kurva berdasarkan data yang telah dimasukkan sebelumnya. Namun, hanya satu kurva saja yang biasanya ditampilkan dalam bentuk gambar dan sisanya hanya dalam bentuk jenis kurva yang berada di sebelah kanan atas layar. Jika ingin melihat gambar kurva yang lainnya, maka kita klik jenis kurva yang kita ingin lihat pada pokok kanan atas layar.

8.    Tahap berikutnya adalah memilih kurva mana yang akan kita gunakan. Dalam melakukan pemilihhan sebaiknya menggunakan kriteria kecenderungan kurva (sebaiknya pilih kurva yang tidak naik turun), nilai S (semakin kecil nilai S pada pojok kanan kurva maka kurva semakin baik), dan nilai r (semakin besar nilai r, maka semakin baik)

10. Untuk mengetahui dosis LD 50 nya, kita mulai denga klik kanan disembarang tempat pada layar, kemudian pilih analyze. Lalu, akan muncul layar analyze

11. Setelah muncul layar analyze, pilih find X = f(Y), kemudian tuliskan persentase tanaman hidup yang kita ingin diketahui dosis iradiasinya. Misal: kalau diawal kita memiliki persentase tanaman hidup pada dosis kontrol (0 Gy) = 98%, maka di kotak Y = kita tulis 49, namun jika pada kontrol ada 100 %, maka kita tulis 50, dan begitu seterusnya. Maka, dosis LD50 pun akan terlihat pada kotak initial guest for X, yaitu 55 Gy, misalnya.

12. Hanya inilah yang dapat saya sampaikan, Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangannya. Mohon informasinya jika terdapat kesalahan dalam penjelasan ini. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami sampaikan terima kasih.


Download pdf lengkap Sterilisasi Organ dan Jaringan Tanaman Klik disini..!!

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu faktor yang paling menentukan keberhasilan dalam kultur jaringan adalah penyediaan dan pengaturan suatu kondisi yang aseptik. Kondisi tersebut meliputi lingkungan, peralatan, media, ruang kerja, dan sel atau jaringan tanaman yang akan dikulturkan. Sehingga dapat menghasilkan tanaman yang bebas patogen.

Kondisi organ dan jaringan tanaman yang aseptik dapat dicapai dengan melakukan sterilisasi. Sterilisasi dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan terhadap organ dan jaringan tersebut sebelum dikulturkan.Ada empat pendekatan atau cara yang biasa digunakan dalam sterilisasi, yaitu panas, kimia, irradiasi, dan filtrasi. Untuk eksplan, sterilisasi biasanya lebih sesuai menggunakan cara pemanasan ( mekanik ) atau kimia, atau kombinasi dari keduanya. Sterilisasi dengan cara pemanasan biasanya dilakukan pada jaringan tanaman yang keras atau berdaging tebal. Sedangkan cara kimia dipakai untuk eksplan yang lunak atau jaringan yang masih muda (meristem). Perlakuan yang akan diberikan dalam percobaan ini adalah dengan menggunakan bahan kimia yang bersifat toksik sehingga mikroorganisme yang terdapat pada organ dan jaringan akan mati. Namun, bahan-bahan kimia tersebut juga bersifat toksik bagi sel tanaman. Sehingga diperlukan bahan kimia yang sesuai jenis dan konsentrasinya, sehingga hanya mikroorganisme pengganggu saja yang mati. Berikut adalah beberapa bahan kimia yang dapat dipakai dalam sterilisasi:

 

Tabel Bahan-Bahan Kimia yang Dapat Dipakai dakam Sterilisasi

Bahan Kimia Konsentrasi (%)
Sodium hypochlorite 0.5-5
Commercial bleach 10-20
Calsium hypochlorite 9-10
Hydrogen Peroxide 3-12
Benzalkonium chloride 0.01-0.1
Ethanol 70-95

Selain bahan-bahan kimia tersebut, dapat juga digunakan beberapa fungisida dan bakterisida seperti Dithane M-45, Benlate, dan Agept. Twee 20 dan 80 merupakan salah satu bahan yang ditambahkan ke dalam sterilan yang berfungsi untuk menrukan tegangan permukaan larutan sehingga kontak dengan tanaman menjadi lebih baik.

Kegagalan dalam sterilisasi organ dan jaringan tanaman akan menyebabkan kontaminasi. Kontaminasi tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa organisme, seperti bakteri (umumnya ditunjukkan dengan adanya warna putih, cokelat, pink, atau kuning pada media), fungi, yeast, virus, dan serangga. Kondisi seperti ini sangat tidak dikehendaki.

Tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah binahong dan bawang putih. Binahong sangat berkhasiat dalam menyembuhkan beberapa penyakit seperti kanker. Bawang putih merupakan salah satu komoditi hortikultura yang bernilai tinggi. Tanaman ini umumnya diperbanyak secara vegetatif karena pada umumnya viabilitas nya rendah. Perbaikan dan peningkatan kualitas bibit bawang putih perlu dilakukan agar bisa mendapatkan bibit dalam jumlah besar yang seragam dan bebas penyakit. Kultur in-vitro merupakan salah satu teknologi perbanyakan yang sangat baik dipakai dalam perbanyakan bawang putih.

 

Tujuan

Tujuan percobaan ini adalah untuk berlatih melakukan sterilisasi bagian tanaman dari lapang yang akan digunakan sebagai eksplain.

 

 

BAHAN DAN METODE

Pratikum ini dilakukan pada hari Rabu, 3-24 Oktober 2007 di Lab Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

  1. Bahan tanaman
    1. Umbi bawang putih
    2. Daun dan batang Binahong (Bassela rurba). yang mengandung buku dengan tunas aksilar dari binahong
  2. Bahan untuk sterilisasi tanaman

Benlate atau Dithane M-45, Agrept (bakterisida), Ditergen, alkohol 70%, chlorox (bahan akifnya sodium hypochlorite 5.25%) 10%dan 30%, serta aquades steril.

  1. Media tanam

Media yang digunakan untuk eksplan hasil sterilisasi ini adalah dengan media MS tanpa zat pengatur tumbuh (ZPT). Setelah satu minggu selanjutnya diseleksi  eksplan yang steril untuk dipindahkan ke media MS11 untuk ditumbuhkan membentuk planlet.

  1. Alat tanam

Alat tanam yang digunakan diantaranya adalah petridish, scalpel, pinset, gunting, lampu bunsen, dan handsprayer.

 

Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

a.    Mencuci umbi bawang putih yang sudah dikupas kulit, akar, batang, dan daun binahong dengan air, yang kemudian dilanjutkan dengan larutan chlorox.

b.     Membilasnya dengan aquades steril, selanjutnya direndam dalam larutan Dithane M-45 dan Agrept dengan konsentrasi masing-masing 5g/l selama 3 jam.

 

 

 

c.    Setelah 3 jam, buang larutan pestisidanya, kemudian bilas kembali bahan tanaman tadi dengan aquades steril, selanjutnya rendam dalam chlorox 30% selama 20 menit, kemudian bilas dengan aquades steril satu kali. Siung bawang putih dipotong menjadi dua bagian dan buang bagian luarnya. Tunas vegetatif yang masih mengandung basal plate akan dijadikan eksplan berukuran sekitar 0.5-1cm.

d.   Selanjutnya rendam kembali potongan tersebut dalam chlorox 10% selama 10 menit, kemudian bilas kembali dengan aquades steril satu kali.

e.    Potong bagian batang yang mengandung buku sepanjang 1cm daun dipotong berukuran 1cm2

f.     Tanam eksplan yang sudah siap ke media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Setiap botol ditanam 4-5 eksplan untuk masing-masing jenis tanaman

g.    Setiap kutur diberi nama tanaman yang dikulturkan dan tanggal tanam kemudian disimpan dalam ruang kultur

h.    Setelah satu minggu, eksplan yang steril dipindahkan ke media MS11.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keberhasilan sterilisasi yang kita lakukan dapat kita tentukan dengan melakukan pengamatan terhadap eksplan setelah 1 MST dan 2 MST.  Berikut adalah tabel hasil pengamatan terhadap pertumbuhan bawang putih, daun binahong, dan batang binahong:

Tabel Pertumbuhan Bawang Putih yang Telah Disterilisasi

Ulangan Jml Eksplan Steril Jml eksplan yg tetap hijau&ada pertumbuhan Jml eksplan yg membentuk kalus/tunas Tunas per eksplan
1 MST 2 MST 1 MST 2 MST 1 MST 2 MST 1 MST 2 MST
1 11 0 11 0 21 0 1.9 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0
9 5 5 5 5 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 1.6 0.5 1.6 0.5 2.1 0 0.2 0
Standard Deviasi 3.7 1.6 3.7 1.6 6.6 0 0.6 0

 

Tabel Pertumbuhan Daun Binahong yang Telah Disterilisasi

Ulangan Jml Eksplan Steril Jml eksplan yg tetap hijau&ada pertumbuhan Jml eksplan yg membentuk kalus/tunas Tunas per eksplan
1 MST 2 MST 1 MST 2 MST 1 MST 2 MST 1 MST 2 MST
1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 9 0 9 0 7 0 0.78 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0
6 5 5 5 5 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0
9 5 5 5 5 0 0 0 0
10 6 0 6 0 0 0 0 0
Rata-rata 2.5 1 2.5 1 0.7 0 0.08 0
Standard Deviasi 3.4 2.1 3.4 2.1 2.2 0 0.25 0

Tabel Pertumbuhan Batang Binahong yang Telah Disterilisasi

Ulangan Jml Eksplan Steril Jml eksplan yg tetap hijau&ada pertumbuhan Jml eksplan yg membentuk kalus/tunas Tunas per eksplan
1 MST 2 MST 1 MST 2 MST 1 MST 2 MST 1 MST 2 MST
1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0
6 5 5 5 5 0 5 0 1
7 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0.5 0 0.1
Standard Deviasi 1.6 16 1.6 1.6 0 1.6 0 0.3

 

Tabel pertumbuhan eksplan yang telah disterilisasi di atas memperlihatkan bahwa jumlah rata-rata tunas atau kalus per eksplan yang terbentuk sangat sedikit.. Hal ini disebabkan banyak eksplan yang terkontaminasi. Sehingga eksplan harus dibuang atau diselamatkan. Kontaminasi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh bakteri yang ditandai dengan munculnya warna pink disekitar eksplan pada media kultur. Kontaminasi tersebut sebenarnya dapat dikurangi dampaknya dengan melakukan penyelamatan terhadap eksplan yang belum terkontam. Namun, karena sebagian besar media sudah mulai mengeluarkan cairan, hal ini menyebabkan hamper semua eksplan ikut menjadi terkontaminasi.

Kontaminasi yang terjadi diakibatkan tidak terjaganya kondisi yang aseptic pada saat sterilisasi, seperti banyak yang berbicara (mengeluarkan bakteri atau virus dari mulut), alat-alat yang digunakan jarang disemprot dengan alkohol, tidak melakukan sesuai dengan petunjuk, dan eksplan terlalu lama berada di luar. Hal-hal tersebut menyebabkan tidak sempurnya sterilisasi yang dilakukan dan bahkan bertambah banyak.

 

Bawang putih menghasilkan jumlah rata-rata tunas per eksplan paling kecil dari pada daun dan batang binahong setelah minggu ke-dua walaupun pada 1MST pertumbuhannya baik. Hal ini disebabkan karena dalam kultur in-vitro bawang putih sering dijumpai Latent Contamination yaitu dimana umbi bawang putih mudah terserang penyakit tular tanah ( Suil Borne Disease ) seperti bakteri dan cendawan yang menyerang bagian dalam suing bawang putih (keller, 2002).

Tabel tersebut juga memperlihatkan bahwa terdapat eksplan yang tumbuh, namun tidak menghasilkan tunas atau kalus pada minggu ke dua. Hal ini karena tanaman tidak belum dapat menyerap hara yang yang terdapat dalam media dengan sempurna. Namun, kedepannya eksplan-eksplan tersebut akan menghasilkan tunas dan kalus.

 

KESIMPULAN

Tingkat keberhasilan sterilisasi dalam percobaan ini sangat rendah yang di akibatkan tidak terjaganya kondisi yang aseptic selama proses sterilisasi. Kontaminasi yang terjadi, sebagian besar disebabkan oleh bakteri yang menyebabkan timbulnya warna pink pada media di sekitar eksplan. Bawang putih menghasilkan jumlah tunas per eksplan paling sedikait karena adanya Latent Contamination.

 

SARAN

Dapat dicoba penggunaan tanaman yang lain. Pengamtan juga dilakukan terhadap bakteri dan cendawan yang mengkontaminasi.

 

DAFTAR PUSTAKA

COLEMAN, J. O. D., Evans, D.E., and Kearns, A. 2003. Plant Cell Culture. New York: BIOS Scientific Publishers.

CONGER, B.V. 1980. Cloning Agricultural Plants Via In vitro Techniques. CRC        PRESS, Inc. Florida.

SURYOWINOTO, MOESO. 1996. Pemuliaan Tanaman secara in vitro. Kanisius.        Yogyakarta.

http://www.indobiogen.or.id


Download pdf lengkap FISH dan GISH klik disini …!!!

 

In Situ Hybridization: GISH and FISH

 

PENDAHULUAN

Analisis sitogentika klasik sudah mulai digantikan penggunaan dengan teknik in situ hybridization. In situ hybridization merupakan teknik cytochemical untuk menentukan letak spesifik sekuen DNA atau RNA dalam suaut organisme (McFadden, 1995). In situ hybridization (ISH) sudah banyak digunakan dan merupakan teknik yang sangat penting dalam berbagai penelitian molekuler. Teknik ini dapat memungkinkan kita untuk menentukan lokasi fisik sekuen DNA di dalam kromosom dengan tepat. Teknik ini memanfaatkan sekuens DNA yang berulang sebagai label radioactive atau biotinylatel probes untuk menentukan letak sekuens tersebut di dalam kromosom (Devi, et al. 2005).

Prosedur dalam mengidentifikasi kromosom dengan ISH memungkinkan kita untuk dapat menggunakan sinyal berpendar yang dapat mengidentifikasi sekuen, kromosom, segment kromosom yang spesifik atau seluruh set kromosom dalam gambaran yang mudah dilihat dan baik (Kato, et al. 2005). Penting bagi kita untuk dapat membedakan penyebaran sekuen berulang pada genom, gambaran perpasangan genom pada sel tunggal, dan untuk mengalisis perilaku kromosom. Teknik – teknik sitogenetika merupakan komponen yang sangat diperlukan dalam mempelajari organisasi suatu genom dan asosiasinya dengan dengan kromatin.

 

FLUORESCENT IN SITU HYBRIDIZATION

Teknik in situ hybridization  telah mengalami berbagai macam modifikasi. Salah satunya adalah dengan dipergunakannya molekul berpendar dalam teknik tersebut (Devi, et al. 2005). Lokasi yang diberi molekul tersebut, nantinya akan berpendar dan akhirnya pendarannya dapat dilihat dengan menggunakan fluorescent microscop. Hal inilah yang membuat lokasi fisik gen pada kromosom dapat dengan tepat ditentukan. Teknik ini biasa disebut sebagai Fluorescent In Situ Hybridization (FISH). Kelebihan teknik ini dibandingan dengan teknik ISH adalah dapat lebih cepat dalam mendekteksi lokasi gen atau DNA, memiliki resolusi yang tinggi, dan sentitif. Hasil analisa dengan FISH dapat dilihat pada gambar 1.

 

Gambar 1. Hasil Analisa FISH pada 10 Pasang Kromosom Jagung

Teknik FISH biasa digunakan untuk membedakan kromosom nonhomolog di dalam genom (Kato, et al. 2005). Prosedur ini penting untuk mendeteksi adanya kerusakan pada kromosom, untuk menentukan kasus aneuploid, untuk mempelajri perilaku kromosom, dan untuk menentukan lokasi fisik sekuen DNA berluang pada genom, lokus, atau gen introgesi. FISH dapat dipakai untuk mendeteksi sekuen nucleid acid  dengan label probe berpendar yang disatukan secara spesifik untuk melengkapi sekuen target dalam sel utuh.

Terdapat 2 metode pewarnaan dalam FISH, yaitu metode langsung dan metode tiak langsung (Devi, et al. 2005). Metode langsung dengan menggunakan fluorochrome-labelled nucleotide sebagai penanda probe, sedeangkan metode tidak langsung menggunakan biotin, digoxigenin, dan dinitrophenol (DNP) sebagai reporter molekul yang nanti akan terdeteksi oleh fluocrhome-conjugated avidin atau antibodi. Metode langsung tidak menggunakan immunochemical sehingga dapat dapat lebih cepat dan menghasilkan resolusi yang baik. Berikut adalah tahapan – tahapan dalam menggunakan FISH (Moter and Gobel, 2000):

1.      Probe dan labeling

Probes untuk FISH harus spesifik, sensitif, dan mudah untuk maruk ke dalam jaringan. Terdapat tiga tipe probe, yaitu oligonucleotide, double-stranded DNA, dan single – stranded DNA (Mcfadden, 1995). Tipe probe oligonucleotide berukuran antara 15 dan 30 bp. Probe yang pendek dapat lebih mudah mengkses target, tetapi ia hanya dapat membawa sedikit label. Terdapat cara yang berbeda dalam melakukan labeling. Cara langsung atau cara tidak langsung. Cara langsung lebih umum digunakan karena lebih cepat, murah, dan mudah.

 

2.      Fluorescent dyes

Pewarna yang umum digunakan untuk FISH dalam microbiology adalah turunan dari fluorescein (fluorescein-isothiocyanate, 5-(-6)carboxyfluorescein-N-hydroxyuccimide-ester) dan turuna dari rodamine (Tetramethyl-rhodamine-isothiocyanate, texas red) dan baru – baru ini menggunakan pewarna cyanine seperti Cy3 dan Cy5.  Pendaran berwarna biru dapat dihasilkan oleh diamidines aromatic seperti 4,6-diamidino-2-phenylidole dihyrochloride (DAPI).

3.      Ribosomal RNA (rRNA) sebagar target untuk FISH

Molekul rRNA yang umum digunakan dalam bidang mikrobiologi adalah 16S rRNA. Molekul lainnya yang umum digunakan adalah seperti 5S dan 18S-5,8S-26S rRNA

 

4.      Fixation

Fiksasi dapat dibantu dengan menggunakan agen pengndap seperti etanol dan metanol, agen cross-linking seperti aldehid, atau kombinasi antara keduanya. Fiksasi yang baik sangat menentukan hasil dari FISH. Fiksasi yang baik harus bisa mendapatkan penetrasi probe yang baik, semaksimal mungkin dalam menyimpan RNA target, dan menjaga keutuhan sel dan morfologinya. Umumnya, larutan 3 -4 % (v/v) formaldehid atau paraformaldehid baik untuk makteri geram-negatif, sedangkan untuk organisme geram positif dapat digunakan etanol (50%), etanol:formalin (9:1) atau perlakuan pemanasan.

 

5.      Spesimen preparation dan pretreatment

Spesimen yang lebih baik dapat diperoleh dengan memberikan agen pelapis pada permukaannya. Bahan kimia yang dapat digunakan diantaranya adalah gelatin. Pra perlakuan yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan perlakuan enzimatik dengan isozyme dan lysostaphin. Prosedur pra perlakuan dapat meningkatkan kemampuan probe untuk mengakses target dan mengurangi banding yang tidak spesifik.

 

6.      Hybridization

Hibridisasi harus dilakukan dalam kondisi yang tepat. Hibridisasi merupakan step yang penting dalam prosedur FISH. Hibridisasi dilakukan di chamber yang gelap dan lembab. Temperatur yang digunakan antara 37°C – 50°C. Waktu yang digunakan bervariasi antara 30 menit sampai beberapa jam. Kemudian, dibilas denganair destilasi. Untuk mengurangi jumlah racun dapat digunakan beberapa konsentrasi garam atau bahkan formamide. Terakhir, slide dibilas kembali dengan air dingin, kemudian keringkan, pasang, dan dokumentasi. Berbagai tahapan – tahapan tersebut dapat dilihat pada gambar 2 dan 3

 

Gambar 2. Tahapan – Tahapan Analisa FISH pada Mikroorganisme

Gambar 3. Hasil Analisa FISH pada Tanaman Pisang

Lusiyanti, et al (2006) menjelaskan bahwa secara umum, proses FISH diawali dengan dehidrasi  slide yang telah ditetesi larutan kromosom metafase ke dalam larutan serial etanol 70%, 90 % dan 100 % selama waktu tertentu. Selanjutnya  slide dikeringkan (aged) di atas hot-plate suhu 65ºC selama 1,5 jam. Di lain pihak  whole  chromosome probe  sebanyak 1 µl dalam  buffernya divortex dan disentrifuse kemudian didenaturasi  pada suhu  65ºC dan disimpan dalam waterbath suhu 37ºC selama 45 menit (30-60 menit).  Slide berisi kromosom didenaturasi dengan menginkubasinya dalam larutan formamida dalam  water-bath suhu 65ºC selama 1,5 menit dan dicuci berturut-turut dengan serial alkohol 70% dingin, 90% dua kali dan 100 % selama 5 menit.

Proses hibridisasi dilakukan dengan meneteskan  probe pada  slide yang telah didenaturasi kemudian ditutup dengan  coverslip serta bagian pinggir diolesi lem kuning untuk mencegah udara masuk (penguapan).  Slide diletakkan dalam  lunch box berwarna gelap dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 16 jam. Setelah proses hibridisasi, coverslip dibuka dan slide direndam dalam  waterbath  suhu  45ºC selama 30 menit. Selanjutnya direndam berturut-turut dalam kopling jar berisi  stringency wash solution dua kali, larutan 1x SSC dua kali dan akhirnya larutan detergen selama 4 menit. Setelah dikeringkan,  slide ditetesi dengan DAPI dan pengamatan translokasi dilakukan di bawah mikroskop epi-fluorescence. Prosedur teknik FISH dapat berbeda-beda tergantung dari produsen probe kromosom yang digunakan.

Prosedur FISH juga telah banyak mengalami modifikasi. Hal ini sangat tergantung mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh masing – masing peneliti. Modifikasi – modifikasi tersebut diantaranya adalah : 1) Tyr-FISH, 2) Three-dimensional FISH using optical-sectioning microscopy, 3) FISH on super-strerched chromosomes, dan 4) FISH on DNA fibers ( Jiang and Gill, 2006)

 

GENOME IN SITU HYBRIDIZATION

Selain menggunakan molekul berpendar, modifikasi juga dapat dengan menggunakan total genom DNA sebagai probe dalam in situ hybridization yang biasa disebut Genomic in situ hybridization (GISH) (Devi, et al. 2005). Metode ini digunakan untuk memeriksa penyebaran genomic DNA interspesies dan organisasi sekuensnya. Banyak dari sekuens DNA dalam 2 atau lebih genom dipelajari karena memiliki cukup perbedaan sehingga penggunaan probe genom dapat digunakan untuk membedakan diantara mereka.

Metode GISH secara luas digunakan dalam teknik sitogenetika sebagai metode langsung untuk membedakan genom tetua dan menganalisis organisasi genom pada hibrida intersepsifik, spesies aloploid, lintasan introgesi interspesifik (Kato, et al. 2005). Penanda seluruh DNA genomik digunakan sebagai probe pada teknik ini. Label tersebut digunakan bersama dengan unlabel DNA genomik dari spesies lain sebagai agen penghalang. Sekuen kromosom yang umumnya untuk kedua spesies berkontribusi untuk menganalisis spesimen yang digabungkan dengan unlabel DNA menyebabkan label probe hanya untuk satu dari dua set kromosom.

Genom gandum yang aloploidi secara luas dipelajari dengan GISH (gambar 4). Teknik memungkinkan kita untuk mengidentifikasi kromatin alien yang terintrogesi dari spesies yang berbeda sehingga baik digunakan untuk mempelajari perpasangan dan rekombinasi kromosom antara genom yang berbeda. Membedakan antara dua genom yang jauh lebih mudah dibandingkan dengan membedakan dua genom yang berasal dari genus yang sama. Oleh karenanya itu, aga sulit untuk mengidentifikasi tiga genom yang mirip pada gandum yang aloheksaploid.

 

Gambar 4. Hasil Analisa GISH pada Tanaman Gandum

Pendekatan baru dilakukan untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan melabel seluruh DNA genomik Thinopyrum intermedium dan Triticum urartu dengan digoxigenin-11-dUTP dan melabel seluruh DNA genomik Aegilops tauschii dengan biotin-16-dUTP dengan metode nick-translation. Teknik ini merupakan teknik yang cukup baik yang dapat digunakan untuk membedakan genom konstitutf dan variasi dalam alopoliplid pada berbagai jenis tanaman. Selain pada gandum, teknik GISH juga telah dugunakan pada genom tanaman pisang (Harrison, et al., 1998) (Gambar 5).

 

 

Gambar 5. Hasil Analisa GISH pada Tanaman Pisang

 

PENGGUNAAN FISH DAN GISH

Penggunaan in siu hibridization mamalia sudah jauh lebih berkembangkan dibandingkan penggunannya pada tanaman. Namun, sekarang teknik – teknik tersebut telah digunakan untuk penelitian pada tanaman, khususnya pada program pemuliaan tanaman. Pertama kali teknik ini digunakan pada tanaman gandum, namun sekarang teknik- teknik ini sudah berhasil digunakan pada berbagai tanaman, baik monokitol atau dikotil. Beberapa penggunaan teknik – teknik tersebut diantaranya adalah:

 

a.       Pemetaan kromosom

FISH telah digunakan pada banyak tanaman untuk mengidentifikasi kromosom secara akurat dengan menggunakan sekuens spesifik antar spesies, ribosomal gen (rRNA), dan sekuens – sekuen DNA yang unik. FISH menggunakan fluorochrome memungkinkan untuk menggambarkan poliploidi yang satu famili, seperti 5S dan 18S-5,8S-26S rRNA untuk menentukan lokasi mereka di dalam kromosom. Lokasi fisik gen seperti 5S dan 18S-26S rRNA dalam kromosom sedah dilaporkan terdapat pada gandum (Mukai, Endo, and Gill, 1990), tomat, barley, bawang putih, dan lain – lain. Pada kapas, banyak copy gen dipetakan oleh kromosom pada saat meiosis. Baru – baru ini, FISH digunakan untuk memetakan ribosomal gen (rRNA), mikrosatellite, dan tranposable DNA pada bit. FISH juga sudah digunakan untuk memetakan tandem sekuen berulang MR68 pada kromosom jagung dan juga digunakan untuk menentukan lokasi sekuen DNA berulang pada sub lengan kromosom pada Bassica sp. Hal ini memungkin kita untuk dapat mengidentifikasi dan memberikan informasi baru tentang struktur genom dan evolusinya.

 

b.      Analisis Genom

GISH memungkinkan kita untuk melakukan karakterisasi genom atau kromosom tanaman hibrida, spesies alopoliploid, dan rekombinasi kromosom hasil persilangan, sehingga kita dapat menguraikan keturunan dari tanaman hibrida dan tanaman poliploid tersebut.

Multicolour FISH (mFISH) dengan memanfaatkan probe seluruh DNA genome memungkinkan pendekatan untuk membedakan setiap genom. mFISH menggunakan berbagai macam pewarna berpendar untuk mewarnai probe yang berbeda dalam satu waktu. Hal ini menjadikan teknik ini menjadi sangat baik untuk investigasi homologi genome antara spesies poliploid dan nenek moyangnya yang diploid. Teknik ini juga memungkinkan kita untuk dapt mengidentifikasi seluruh kromosom tertentu pada genom amphidiploid.

 

c.       Hubungan filogenetik

GISH sangat baik untuk digunakan dalam mempelajari filogenetika dan taksonomi. Hal ini karena GISH dapat membedakan dan mengetes hubungan genom dari tanaman liar dengan tanaman budidaya, sehingga kita bisa mendapatkan informasi yang menarik mengenai DNA diantara kedua spesies tersebut. GISH juga memberikan data mengenai distribusi fisik dari sekuen tersebut, baik yang seperti biasa atau berbeda antara spesies untuk probe dan spesies yang digunakan untuk mendukung probe DNA. Informasi – informasi tersebut dapat digunakan untuk mendukung dan memperbaiki berbagai teori mengenai filogenetika, hibridisasi, dan diversifikasi dari tanaman spesies. Selama pemuliaan tanaman masih meliputi rekonstitusi genome, maka informasi – informasi tersebut akan terus diperlukan.

 

d.      Deteksi kromatin alien

FISH dan GISH dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi kromosom alien, segmen kromosom, dan gen pada program pemuliaan tanaman. Metode tersebut dapat menggambarkan dan menghitung hal – hal tersebut pada hibrida liar dan amphidiploid tidak hanya pada saat metafase tetapi juga pada saat interfase. FISH telah digunakan untuk mengidentifikasi amphidiploid parsial yang berasal dari persilangan gandum dengan Thinopyrum intermedium dan Lophopyrum elongatum dengan ketahanan terhadap BYDV dan mosaik virus. GISH telah digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan substitusi alien monosomic pada lromosom H. Bulbosum

 

 

e.       Deteksi Aberasi Kromosom (gambar 6)

In situ hybridization memfasilitasi kita untuk dapat mendiagnosis dan mengidentifikasi kerusakan kromosom pada manusia dan hewan. Teknik memungkinkan kita untuk mengidentifikasi kerusakan kecil pada kromosom yang tidak dapat terdeksi oleh teknik banding yang biasa. FISH dapat dengan akurat menidentifikasi hampir semua trisomik pada autosom dan kromosom sex abnormal dapa manusia, sedangkan GISH telah digunakan untuk mendeteksi translokasi kromosom akibat fusi antara Nicotiana plumbaginifolia dan protoplas Petunia hybrida hasil iradiasi sinar gamma.

 

 

Gambar 6. Hasil Analisa In Situ Hybridization pada Translokasi Kromosom

 

f.       Menentukan kromosom spesifik pada tanaman

Dasar penentuan kariotipe adalah ukuran kromosom, indeks sentromer, bentuk banding. Namun, dasar – dasar tersebut kurang dapat digunakan untuk kromosom yang memiliki morfologi yang mirip. FISH atau PRINS (primed in situ labelling) dapat menjadi solusi permasalahan tersebut. FISH telah digunakan untuk menganalisis struktur dari kromosom B pada gandum, sedangkan GISH telah digunakan menggambarkan lebih baik kemiripan antara kromosom A dan B pada gandum.

 

Teknik – teknik tersebut sudah sangat membantu untuk secara simultan memetakan berbagai DNA sekuens yang berbeda dan alokasi gen pada genome. Metode probe genom melengkapi berbagai metode analisis genom yang sudah ada, memberikan data novel genom dan hubungan diantaranya, termasuk identifikasi terhadapa tetua atau nenek moyang dari persilangan yang tidak diketahui attau pada berbagai spesies poliploid, informasi mengenai wilayah genomik pada berbagai spesies yang berbeda, dan memungkinkan identifikasi yang lebih jelas mengenai parpasangan saat meiosis dan translokasi diantara genom dalam poliploid dan hibrida. Penggunaan FISH pada variasi somaklonal sangat membantu dalam mengidentifikasi dan mengerti perubahan kromosom selama proses kulur jaringan

Namun, masih terdapat keterbatan pada teknik – teknik ini. mFISH hanya dapat digunakan dengan baik apabila setidaknya diketahui nenek moyang spesiesnya. Selain itu, mFISH juga kurang sensitif dan menggambarkan tingkatan resolusi yang lebih rendah dibandingkan FISH. Genom yang memiliki hubungan yang dekat dalam alopoliploidi tidak dapat teridentifikasi dengan baik dengan metode GISH

 

DAFTAR PUSTAKA

McFadden, G. I. 1995. In situ hybridization. Methode in Cell Biology. 49:165-184.

Devi, J., J. M. Ko, B. B. Seo. 2005. FISH and GISH: Modern cytogenetic techniques. Indian Journal  of Biotechnology. 4:307-315.

Kato, A., J. M. Vega, F. Han, J. C. Lamb, and J. A. Birchler. 2005. Advances in plant chromosome identification and cytogenetic techniques. Current Opinion in Plant Biology. 8:148-154.

Moter, A. And U. B. Gobel. 2000. Invited rewiew fluorescent in situ hybridization (FISH) for direct visualization of microorganisms. Journal of Microbiological Methods. 41:85-112

Lusiyanti Y., I. Indrawati, dan S. Purnami. 2006. Pengenalan teknik FISH untuk deteksi aberasi kromosom translokasi akibat radiasi pengion. Buletin Alaura. 8 (2) : 53 – 63.

Jiang, J. and B. S. Gill. 2006. Current status and the future of hybridization (FISH) in plant genome research. GENOME. 49:1057-1068.

Mukai Y., T. R. Endo, and B. S. Gill. 1990. Physical mapping of the 5S rRNA multigene family in common wheat. The Journal of Heredity. 81(4):290-295

Harisson, P. H., J. Osuji,. R. Hull., G. Harper, A. D’hont, and F. Carreel. 1998. Fluorescent in situ fluorescence in situ hybridization of plant chromosomes: illuminating the Musa genome. INIBAP Annual Report. Montpellier. P.26 – 29.


Download lengkap pdf PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN klik disini…!!!

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada tahun-tahun terakhir ini,banyak penelitian dilakukan yang berusaha untuk mencari cara bagaimana meningkatkan produksi umbi mikro kentang. Meskipun kentang bukan bahan makanan pokok bagi rakyat Indonesia, tetapi konsumennya cenderungmeningkat dari tahun ke tahun karena jumlah penduduk makin bertambah, taraf hidup masyarakat meningkat, dan wisatawan asing atau orang asing yang tinggal di Indonesia meningkat(Soelarso, 1997). Produksi kentang di Indonesia masih sangat rendah, salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil kentang di Indonesia adalah mutu bibit yang kurang baik

 

Usaha untuk memperbaiki kualitas kentang di Indonesia telah dilaksanakan dengan beberapa program kegiatan. Salah satunya adalah melalui perbanyakan mikro, diantaranya penanaman stek secara in vitro yang merupakan aspek yang menarik dari penerapan kultur jaringan (Karyadi et al., 1995). Karena memang penggunaan umbi kentang hasil pengumbian secara in vitro (umbi mikro) sebagai bibit kentang mempunyai beberapa keuntungan, antara lain bebas penyakit, bersifat seragam, daya multiplikasinya tinggi dari bahan tanaman yang kecil dan sama dengan induknya, bobot umbi total yang diperlukan per hektarnya lebih kecil atau sekitar 4-5 kg umbi sedangkan dengan bibit kentang biasa diperlukan sekitar 1-2 ton per hektar, penyediaan bibit tidak tergantung musim dan dapat disesuaikan dengan musim tanam yang tepat, dapat menggunakan kultivar-kultivar yang sudah beradaptasi dengan lingkungan setempat (tidak tergantung impor umbi), ekonomis. Dalam penyimpanan dan transportasi, serta hasil umbi mikro tidak berbeda dengan umbi biasa (Wattimena, 1986). Metode kultur jaringan merupakan cara untuk menghasilkan kentang bebas virus (Soelarso, 1997).

 

Pembentukan umbi mikro kentang dipengaruhi oleh adanya keseimbangan antara hormon perangsang dan penghambat yang terdapat dalam tanaman tersebut. Auksin dan giberelin secara umum diketahui sebagai hormon penghambat pembentukan umbi, sedangkan untuk mempelajari proses pengumbian in vitro dapat digunakan sitokinin dan zat pengatur tumbuh yang termasuk dalam kelompok inhibitor atau retardan. Sitokinin yang tinggi dapat diberikan secara eksogen, sedangkan untuk merendahkan giberelin endogen dapat diberikan retardan yang akan menghambat biosintesis giberelin.

 

Tujuan

Mempelajari cara perbanyakan tanaman kentang dan stevia dengan metode kultur jaringan.

 


BAHAN DAN METODE

Bahan

v  Tanaman yang berasal dari tanaman in vitro yang aseptic (kentang dan stevia)

v  Media MS0 (Media MS tanpa zat pengatur tumbuh).

v  Alkohol 96% dan 70% serta spritus.

Alat

v       Petridish,

v       Scalpel,

v       Pinset,

v       Gunting,

v       Lampu bunsen,

v       Hand sprayer,

v       tissue,

Metode

Perbanyakan tanaman pada praktikum kali ini menggunakan eksplan buku tunggal (single node) yang mengandung mata tunas aksilar, serta digunakan juga eksplan bagian tunas terminal.

Langkah-langkah yang harus dilakukan selama proses perbanyakan adalah sebagai berikut:

v    Menyalakan blower dari kotak pindah (Laminar Air Flow Cabinet) terlebih dahulu, kemudian ruangan laminar disemprotkan dengan alkohol 70% pada bagian dalamnya lalu dikeringkan dengan tisu.

v    Memasukkan alat-alat, botol berisi media, dan bahan tanaman kedalam Laminar Air Flow Cabinet dengan cara menyemprotkan dengan alkohol 70% pada bagian dalamnya lalu dikeringkan dengan tisu.

v    Menyalakan bunsen dan membakar alat-alat tanam (gunting, pinset) pada bagian ujungnya sekitar 1 menit kemudian dinginkan dengan meletakkan pada cawan petri. Alat-alat tanam ini selalu dipanaskan setiap kali akan dipakai, untuk menghindari kontaminasi.

v    Bahan tanaman dikeluarkan dari botol dan dipotong pada bagian batang 2 buku dari pangkal batang.

v    Tanaman dipotong-potong dengan gunting menjadi stek buku tunggal dengan satu mata tunas aksilar (single node cutting). Bagian tunas terminal juga dipakai sebagai eksplan.

v    Memasukkan eksplan tanaman yang telah dipotong-potong tadi ke dalam botol yang berisi media MS0 dengan rincian jumlah eksplan per botolnya: menanam sebanyak 5 eksplan tanaman stevia per botol sebanyak 8 botol dan menanam sebanyak 7-10 eksplan tanaman kentang per botol sebanyak 5 botol. Eksplan tanaman tersebut ditanam dalam posisi tidur kecuali eksplan bagian tunas terminal yang ditanam dalam posisi berdiri.

v    Menyimpan botol kultur pada rak kultur dengan penyinaran ± 1000 lux, dan suhu ruangan sekitar 23oC.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh selama praktikum ini adalah :

 

Tabel 1. Jumlah eksplan tanaman kentang yang terkontaminasi

Ulangan Jumlah eksplan pada umur (MST)
1 2 5 8 9 10 11 12 13
1 3 3 3 * * * * * *
2 3 3 3 * * * * * *
3 3 3 4 * * * * * *
4 0 0 5 * * * * * *
5 0 0 0 * * * * * *
6 1 1 1 * * * * * *
7 0 3 5 * * * * * *
8 5 5 5 * * * * * *
9 0 0 0 * * * * * *
10 5 5 5 * * * * * *
Jumlah 20 23 32 * * * * * *
Rata-rata 2 2.3 3.2 * * * * * *

 

 

Tabel 2. Jumlah buku baru tanaman kentang yang terbentuk

Ulangan Jumlah eksplan pada umur (MST)
1 2 5 8 9 10 11 12 13
1 1 4 8 * * * * * *
2 3 1 0 * * * * * *
3 1 2 0 * * * * * *
4 2 4 0 * * * * * *
5 2 5 0 * * * * * *
6 2 6 4 * * * * * *
7 5 4 0 * * * * * *
8 0 0 0 * * * * * *
9 2 5 5 * * * * * *
10 0 0 0 * * * * * *
Jumlah 18 31 17 * * * * * *
Rata-rata 1.8 3.1 1.7 * * * * * *
Stdev 1.48 2.18 2.91 * * * * * *

 

Tabel 3. Jumlah eksplan tanaman stevia yang terkontaminasi

Ulangan Jumlah eksplan pada umur (MST)
1 2 5 8 9 10 11 12 13
1 0 0 1 2 3 3 3 3 3
2 4 5 6 6 6 6 6 6 6
3 2 3 3 3 3 3 3 3 3
4 0 0 0 0 0 0 1 1 1
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 7 7 7 7 7 7 7 7 7
7 1 1 2 2 2 2 2 2 3
8 4 5 5 5 5 5 5 5 5
9 5 5 5 5 5 5 5 5 5
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 24 26 29 30 31 31 32 32 33
Rata-rata 2.4 2.6 2.9 3 3.1 3.1 3.2 3.2 3.3

 

Tabel 4. Jumlah buku baru tanaman stevia yang terbentuk

Ulangan Jumlah eksplan pada umur (MST)
1 2 5 8 9 10 11 12 13
1 4 6 6 6 6 6 7 8 8
2 6 10 9 10 11 12 13 13 12
3 5 7 8 9 10 11 11 13 14
4 5 9 10 11 14 14 15 16 14
5 2 3 5 6 6 9 10 11 9
6 1 1 4 5 6 7 8 9 7
7 1 4 5 8 8 8 10 10 9
8 5 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 1 3 6 9 10 10 10 9 9
Jumlah 30 43 53 64 71 77 84 89 82
Rata-rata 3 4.3 5.3 6.4 7.1 7.7 8.4 8.9 8.2
Stdev 2.21 3.59 3.37 3.86 4.53 4.69 4.97 5.26 4.94

 

Keterangan :

( * ) = digunakan untuk percobaan umbi mikro kentang

∑ eksplan kentang       = 48 x 10 eksplan     = 480 eksplan

∑ eksplan stevia          = 70 x 7 eksplan       = 490 eksplaN

Perkiraan jumlah bibit yang dihasilkan dalam satu tahun apabila dilakukan 4 kali subkultur selama sebulan :

 

Rumus perhitungan :

 

X = Yn x  % kontam  x  % mati

Keterangan :

X = jumlah eksplan yang ditanam

Y = jumlah tunas atau buku baru

% kontam = % mati

 

1. Kentang

å bibit kentang yang mungkin dihasilkan dalam setahun :

= 480 x 1.712 x  66.67% x 10.42

= 19.428 bibit per tahun

2. Stevia

å bibit stevia yang mungkin dihasilkan dalam setahun :

= 490 x 5.312 x  41.42%

= 9.97 x 1010 bibit per tahun

Dari data yang telah dihasilkan diatas, dapat dilihat perkembangan setiap minggu perbanyakan tanaman stevia dan kentang. Eksplan kentang dan stevia mulai ditanam tanggal 19 September 2007. Pengamatan dilakukan seminggu sekali dan dimulai dari tanggal 26 September 2007 untuk kedua eksplan dan berakhir tanggal 3 Oktober 2007 untuk pengamatan kentang karena akan dipakai untuk pengamatan umbi mikro dan untuk stevia berkhir tanggal 19 desember 2007.

Dari jumlah tanaman yang dihasilkan pada percobaan ini sedikit bila dibandingkan jumlah tanaman potensial yang dapat dihasilkan. Penyebabnya kemungkinan karena kesalahan dari praktikan yang kurang steril dalam melakukan percobaan, alat dan bahan yang digunakan telah terkontaminasi sebelumnya, dan virus atau cendawan yang terbawa eksplan. Banyak eksplan yang dihasilkan dari perhitungan cukup tinggi dibandingkan perbanyakan dengan cara konvensional. Sebanyak 19.428 bibit per tahun untuk perbanyakan kentang dan 9.97 x 1010 bibit per tahun untuk perbanyakan stevia. Jumlah yang cukup besar untuk waktu setahun dan areal yang tidak memerlukan areal yang luas.

Permasalahan utama yang dihadapi dalam praktikum ini adalah kontaminasi pada hampir sebagian besar eksplan. Ini cukup membuat kerugian yang cukup besar. Peyebaran dan perkembangan yang cepat virus dan cendawan dalam botol juga dipengaruhi kondisi yang sangat sesusai dengan syarat pertumbuhan kontaminan. Ciri awal media yang terserang cendawan yaitu adanya miselium/ spora yang menempel di permukaan media, sedangkan media yang terserang bakteri yaitu adanya lendir putih yang ada dipermukaan media atau didalam media.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

 

Kesimpulan

Pada praktikum ini jumlah antera yang tekontaminasi banyak sekali. Penyebabnya bisa berupa alat yang tidak steril karena terkena udara luar, menutup botol yang kurang rapat, dan adanya bakteri atau virus.

Saran

Percobaan sangat baik dilakukan oleh setiap anggota kelompok, supaya dapat lebih pengalaman dalam cara-cara perbanyakan tanaman.


DAFTAR PUSTAKA

Wattimena, G.A, dkk. 1992. Bioteknologi Tanaman Laboratorium Kultur

Jaringan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sakya, Amalia T Sakya, dkk. 2001.Pengaruh coumarin dan aspirin dalam menginduksi umbi mikro kentang. Solo : Universitas Sebelas Maret.

http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/agrosains/pengaruh_paklobutrazol_aspirin_samanhudi.pdf

 

 


PERANAN DAN BANTUAN MEDIA MASSA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL


Kelompok 5

Donnie Aqsha                                 A14051164

Yusnita Sari                                    A24051629

Arya Widura Ritonga                     A24051682

Najmi Ridha Syabani                     A24051758

Yohanes Andika Fajar                    A44052289

Aulia Vabianto                               A44051767

 

 

Pada saat sebelum kemerdekaan, media massa hanya sebatas fungsi pengamatan, karena pada saat itu media massa hanya memberikan informasi kepada masyarakat. Begitupun pada masa orde lama, fungsi yang lebih terlihat adalah fungsi pengajaran, namun informasi yang diberikan kepada masyarakat jauh lebih banyak dibandingkan pada massa sebelum kemerdekaan, hal ini dikarenakan media massa pada massa orde lama sudah memiliki kebebasan dalam memberikan informasi tidak seperti pada saat sebelum kemerdekaan yang masih sembunyi-sembunyi.

Fungsi pengajaran mulai terlihat pada masa orde baru. Melalui media massa pemeritah mengajarkan berbagai pengetahuan kepada masyarkat, seperti cara bercocok yang baik, Program Keluarga Berencana, Koperasi Unit Desa, dll. Namun, sangat disayangkan pada masa ini belm terlihat adanya fungsi media massa sebagai pengambilan keputusan politik, karena adanya intervensi pemerintah dalam pemberitaan media massa.

Perkembangan media massa pada masa reformasi selain berfungsi sebagai pengamatan dan pengajaran, juga berperan dalam pengambilan keputusan politik, hal ini karena media massa telah memiliki kebebasan yang luasssssssssssssssss banget dalam memberikan informasi dan berita kepada masyarakat baik yang bersifat politik, ekonomi, social dan budaya. Sehingga masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengambilan keputusan seperti yang terjadi dalam kasus perancangan Undang-Undang Pornografi, Undang-Undang PilPres, dsb


Download pdf lengkap Pembuatan Media Kuljar klik disini..!!!

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur yang baik seharusnya menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro, sumber vitamin dan asam amino, sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh, senyawa organik sebagai tambahan seperti air kelapa, ekstrak buah dll, bahan pemadat: agar-agar dan gelrite dan juga menyediakan arang aktif untuk kasus tertentu untuk tanaman.

Unsur hara makro dan mikro diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Pada umumnya biasa diberikan dalam komposisi tertentu seperti komposisi media MS, WPM, B5, White, dan lain-lain tergantung dari jenis tanaman yang akan dikulturkan. Vitamin yang banyak digunakan adalah vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6 (pyridoxine), dan vitamin E atau C yang digunakan sebagai antioksidan. Asam amino dipakai sebagai sumber N organik, yang biasa digunakan adalah glycine, asparagin, glutanin, alanin, dan threonin.

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat penting dalam pembutan media kultur jaringan. Zat pengatur tumbuh adalah suatu persenyawaan organik yang dalam jumlah sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Dalam kultur jaringan ZPT penting:  sitokinin (Kinetin, BA, Zeatin, 2iP, Thidiazuron), auksin (IAA, NAA, IBA, 2.4-D, 2.4.5-T, Dicamba, Picloram). Kedua ZPT ini mempunyai fungsi masing-masing yang berbeda, sitokinin mempengaruhi pembelahan sel serta pembentukan organ seperti pucuk dan  pembentukan embrio somatik. Auksin dipakai untuk menginduksi pembentukkan sel dan akar. Kombinasi antara auksin dan sitokinin berfungsi untuk menginduksi pertumbuhan kalus. Selain auksin dan sitokinin digunakan juga giberelin(menginduksi pemanjangan tunas dan perkecambahan embrio, dan menghambat pengakaran) dan retardan (untuk menghambat pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol.

Senyawa organik sering ditambahkan ke dalam media sebagai sumber pembentuk asam amino dan vitamin. Senyawa organik yang sering ditambahkan adalah air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak buah, dan casein hydrolisat. Sebagai sumber energi ditambahkan dari senyawa-senyawa yang merupakan sumber karbohidrat, seperti sukrosa (paling baik pada tanaman umumnya), glukosa, fruktosa, dam maltosa. Penambahan arang aktif berfungsi untuk mengarbsorbsi senyawa-senyawa fenolik dan untuk merangsang pertumbuhan akar.

Selain ditambahkan oleh senyawa-senyawa tersebut, media yang baik harus selalu berada dalam PH yang optimal yaitu 5,5-5,8. selain itu, harus dibuat dalam tempat yang steril. Autoclave sering dipakai untuk sterilisasi dalam pembuatan media kultur jaringan.

Tujuan

Tujuan dari pratikum ini agar dapat mengetahui dan berlatih proses pembuatan media kultur jaringan tanaman komposisi MS yang baik dan benar.

 

BAHAN DAN METODE

Pratikum ini dilakukan pada hari Rabu, 26 September 2007 di Lab Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Bahan yang digunakan adalah larutan stok seperti tercantum Tabel 1.1, gula, aquades, dan agar-agar. Alat-alat yang dipakai adalah plastik penutup, karet gelang, labu takar, botol kultur, autoclave, dan alat pengukur PH..

Tabel 1.1 Tabel larutan stok
Stok Bahan Konsentrasi Larutan

(g/liter)

Volume yang di pipet

(ml/liter)

Pemakaian

(mg/liter)

A NH4NO3 82.5 20 1650
B KNO3 95 20 1900
C KH2PO4 34 5 170
H3BO3 1.24 6.2
NA2MOO4.2H2O 0.05 0.25
COCL2.H2O 0.005 0.025
Kl 0.166 0.83
D CaCl2.2H2O 88 5 440
E MgSO4.7H2O 74 5 370
MnSO4.4H2O 4.46 22.3
ZnSO4.7H2O 1.72 8.6
CuSO4 0.005 0.025
F NaEDTA 3.73 10 37.3
FeSO4.7H2O 2.78 27.8
Vitamin Thiamine 0.01 10 0.1
Niacin 0.05 0.5
Pyridoxine 0.05 0.5
Glycin 0.2 2
Myo Myo inositol 10 10 2
Gula Gula pasir 15    

 

Pratikum pembuatan media kultur jaringan tanaman komposisi MS diawali dengan penjelasan di kelas terlebih dahulu, baru kemudian melakukan praktek pembuatan media kultur jaringan tanaman di lab kultur jaringan. Berikut adalah skema pembuatan media dengan media dasar MS :

Melarutkan 30 gram gula dengan aquades

 

Memasukkam ke dalam labu takar

 

Menambahkan masing-masing larutan stok A dan B sebanyak 10 ml

 

Menambahkan 5 ml masing-masing larutan stok C, D, dan E

 

Menambahkan 10 ml masing-masing larutan stok F, Myo, dan vitamin

 

Memasukkan media yang dibuat ke dalam panci sebanyak 2 L dan menambahkannya dengan agar-agar

 

Mamanaskan agar-agar sampai masak dengan diaduk-aduk

 

Menuangkan media ke dalam botol kultur yang steril

 

Memasukkannya ke dalam autoclave selama 15-20 menit pada suhu 121’C tekanan 17.5 psi

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Media kultur jaringan yang baik, selain dapat menyediakan semua keperluan tanaman juga harus steril dari kontaminasi. Hal ini bertujuan agar dapat diperoleh tanaman yang steril dari berbagai mikroorganisme penggangu. Berikut adalah Tabel pengamatan kontaminasi pada media kultur jaringan:

 

Tabel pengamatan kontaminasi pada media kultur jaringan:

N0 Kelompok Jumlah Awal Media 1 MST 2 MST Keterangan
Kontam Steril Kontam Steril
1 C1 10 0 10 0 10  
2 C2 10 0 10 0 10  
3 C3 10 0 10 0 10  
4 C4 10 0 10 0 10  
5 C5 10 0 10 0 10  
6 C6 10 0 10 0 10  
7 C7 10 0 10 0 10  
8 C8 10 0 10 0 10  
9 C9 10 0 10 0 10  
10 C10 10 0 10 0 10  
Rata-rata 10 0 10 0 10  
Standard deviasi 0 0 0 0 0  

 

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tidak terdapat media yang terkontaminasi, baik pada 1 MST maupun setelah 2 MST. Hal ini sangat terkait dengan terdapatnya proses sterilisasi yang dilakukan terhadap alat-alat yang dipakai dalam pembuatan media untuk kultur jaringan. Selain itu, sterilisasi yang juga dilakukan terhadap media sebelum disimpan ke dalam ruang kultur.

Proses sterilisasi, baik yang dilakukan terhadap peralatan pembuatan media maupun terhadap media itu sendiri dilakukan dengan menggunakan Autoklaf. Di dalam autoklaf tersebut peralatan dan media dipanaskan pada suhu 121 derajat Celcius dan diberi tekanan sebesar 17.5 psi dalam beberapa waktu tertentu. Perlakuan tersebut mengakibatkan berbagai mikroorganisme  seperti bakteri ataupun cendawan tidak tahan dan akhirnya mati. Peralatan dan media pun menjadi steril.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Salah satu indikator keberhasilan dalam pembuatan media kultur jaringan tanaman yang baik adalah tingkat kontaminasi media yang kita buat. Semakin sedikit media yang terkontaminasi maka semakin baik tingkat keberhasilan kita.Autoklaf merupakan salah satu alat yang penting dalam pembuatan media kultur jaringan. Autoklaf dapat dipakai untuk membunuh mikroorganisme seperti bakteri dan cendawan, sehingga media yang kita buat dapat steril dari mikroorganisme-mikroorganisme tersebut.

Saran

Pada percobaan yang akan datang dapat dicoba pembuatan media kultur jaringan tanaman selain komposisi MS. Sterilisasi dapat juga dicoba dengan menggunakan Dry-heat strilization atau Glass bead sterilization. Pengamatan dilakukan tidak hanya terhadap tingkat kekontaman media, tapi dapat pula ditambahkan dengan bentuk media yang dibuat.

 

DAFTAR PUSTAKA

Coleman, J. O. D., Evans, D.E., and Kearns, A. 2003. Plant Cell Culture. New York: BIOS Scientific Publishers.


Download pdf lengkap chilling injuring dan degreening klik disini..!!

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih mejadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walau hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa produk hortikultura relatif tidak tahan disimpan lama dibandingkan dengan produk pertanian yang lain.

Hal tersebutlah yang menjadi perhatian kita semua, bagaimana agar produk hortikultura yang telah dengan susah payah diupayakan agar hasil yang dapat panen mencapai jumlah yang setinggi-tingginya dengan kualitas yang sebaik-baiknya dapat dipertahankan kesegarannya atau kualitasnya selama mungkin. Sehubungan dengan hal tersebut maka sangatlah perlu diketahui terlebih dahulu tentang macam-macam penyebab kerusakan pada produk hortikultura tersebut, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap penyebab kerusakannya. Selanjutnya perlu pula diketahui bagaimana atau upaya-upaya apa saja yang mungkin dapat dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan terjadinya kerusakan tersebut sehingga kalaupun tejadi kerusakan terjadinya sekecil mungkin.

Pengaturan suhu dan penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat dapat mengurangi atau meniadakan terjadinya kerusakan pada komoditi hortikultura. Namun, jika pelaksaan keduanya tidak tepat malah akan menyebabkan kerusakan dan penurunan kualitas produk seperti chilling injury dan degreening. Sehingga pengetahuan akan pemanfaatan teknologi tersebut menjadi penting untuk dipelajari.

 

Tujuan

Kegiatan pratikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan pemberian gas etilen kepada beberapa jenis buah-buahan.

 

TINJAUAN PUSTAKA

Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia, Swingle.)

Tanaman ini termasuk ke dalam famili Rutaceae. Jeruk nipis merupakan salah satu jenis citrus Geruk. Tanaman ini berupa perdu dengan tinggi ± 3,5 m. Batang tanaman jeruk nipis berkayu, bulat, berduri, putih kehijauan. Daunnya majemuk, elips alau bulat telur, pangkal membulat, ujung turnpul, tepi beringgit, panjang 2,5-9 cm, lebar 2-5 cm, pertulangan menyirip, tangkai 5-25 mm, bersayap, hijau. Tanaman ini memiliki bunga majemuk atau tunggal, di ketiak daun atau di ujung batang, diameter 1,5-2,5 cm, kelopak bentuk mangkok, berbagi empat sampai lima, diameter 0,4-0,7 cm, putih kekuningan, benang sari 0,5-0,9 cm, tangkai sari 0,35-0,40 cm, kuning, bakal buah bulat, hijau kekuningan, tangkai putik silindris, putik kekuningan, kepala putik bulat, tebal, kuning, daun mahkota empat sampai lima, bulat telur atau lanset, panjang 0,7-1,25 cm, lebar 0,25-0,50 cm, putih. Buahnya berupa buni dengan diameter 3,5-5 cm, masih muda hijau setelah tua kuning. Bijinya berbentuk bulat telur, pipih, putih kehijauan. Akar tanaman ini berupa akar tunggang, bulat, dan berwarna putih kekuningan. Tanaman jeruk nipis pada umur 2 1/2 tahun sudah mulai berbuah. Tanaman jeruk umumnya menyukai tempat-tempat yang dapat memperoleh sinar matahari langsung.

Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bemanfaat. Misalnya: limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren dan sitral. Di samping itu jeruk nipis mengandung asam sitrat. 100 gram buah jeruk nipis mengandung vitamin C 27 mg, kalsium 40 mg, fosfor 22 mg, hidrat arang 12,4 g, vitamin B 1 0,04 mg, zat besi 0,6 mg, lemak 0,1 g, kalori 37 g, protein 0,8 g dan air 86 g.

 

Cabai Merah

Cabai atau cabai merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan.

Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur).

Tanaman cabai cocok ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan sarang serta tidak tergenang air ; pH tanah yang ideal sekitar 5 – 6. Waktu tanam yang baik untuk lahan kering adalah pada akhir musim hujan (Maret – April). Untuk memperoleh harga cabai yang tinggi, bisa juga dilakukan pada bulan Oktober dan panen pada bulan Desember, walaupun ada resiko kegagalan. Tanaman cabai diperbanyak melalui biji yang ditanam dari tanaman yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit . Buah cabai yang telah diseleksi untuk bibit dijemur hingga kering. Kalau panasnya cukup dalam lima hari telah kering kemudian baru diambil bijinya: Untuk areal satu hektar dibutuhkan sekitar 2-3 kg buah cabai (300-500 gr biji).

Nutrisi cabai merah cukup banyak, khususnya kandungan vitamin A dan C di dalamnya. Dalam 100 g cabai merah terdapat vitamin C atau asam askorbat 190 mg. Sedangkan kandungan vitamin A adalah 5700 IU. Sedangkan kandungan mineral cabai merah antara lain kalsium, besi, magnesium, phospor, potassium, seng, dan lain-lain.

 

Chilling Injury

Chilling injury merupakan kerusakan akibat lingkungan pada suhu lingkungan rendah.  Disamping itu akan menyebabkan buah berkurang kekerasannya, aroma, dan umur simpan. Buah akan menjadi lunak sehingga aroma buah akan berubah menjadi agak busuk dan umur simpan menjadi pendek serta dapat mendatangkan mikroba dan akhirnya buah akan busuk. Setelah buah mengalami perubahan fisik / kerusakan maka nilai jual di pasaran akan turun bahkan tidak dapat dijual karena tidak bisa lagi dikonsumsi sebagaimana layaknya.

Degreening

Proses degreening yaitu proses perombakan warna hijau pada kulit jeruk diikuti dengan proses pembentukan warna kuning jingga.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti halnya lingkungan, tetapi juga oleh hormon yang ada didalam tanaman. Sejauh ini, peran hormon dalam tanaman belum mendapat perhatian khusus dari para petani kita. Padahal justru adanya hormon inilah yang bisa mempengaruhi tingkat produktifitas maupun kualitasnya.

Berkaitan dengan adanya hormon pada tanaman, seringkali kita mendengar istilah Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Perbedaan keduanya terletak pada terminologi yang digunakan. Dimana hormon merupakan zat yang dihasilkan di dalam tanaman secara alamiah sedangkan ZPT merupakan zat yang disentesis secara buatan oleh manusia sehingga dapat dikatakan bahwa hormon pasti ZPT namun ZPT belum tentu hormon. ZPT disintesis secara buatan dengan harapan agar tanaman memacu pembentukkan hormon yang sudah ada di dalam tubuhnya atau dengan kata lain dia menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman tersebut gagal atau kurang dapat memproduksinya secara baik.

Hormon tanaman itu sendiri terbagi dalam beberapa kelompok diantaranya auxin, giberalin, sitokinin, ethylen dan inhibitor (growth retardant). Ethylen merupakan hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam proses pematangan buah. Berkaitan dengan hormon tanaman, maka jenis ZPT yang beredar di pasaran pun beragam. Contoh ZPT diantaranya IBA, NAA, 2,4-D yang termasuk golongan hormon auksin, GA3 yang masuk hormon perangsang pertumbuhan golongan gas, Kinetin masuk golongan hormon sitokinin. Etephon (Protephon) termasuk golongan ethylen serta asicid acid yang termasuk golongan inhibitor.
Untuk tanaman yang menghasilkan buah seperti melon, semangka, timun, cabe, tomat dan lain sebagainya, peran hormon ethylen untuk merangsang cepatnya proses pematangan buah sangat dibutuhkan, apalagi saat petani dituntut untuk segera memenuhi kebutuhan produk tersebut sebagai akibat permintaan pasar yang besar. Meskipun pada prinsipnya setiap tanaman sudah memiliki hormon tersebut namun karena kondisi yang kurang kondusif baik yang dipengaruhi oleh internal maupun eksternal tanaman membuat zat-zat perangsang pertumbuhan seperti ethylen tanpa bantuan dari luar tentu tidak akan berjalan secara lancar.

Ethylen seperti yang disinggung sebelumnya merupakan hormon yang berbeda dengan hormon lain karena dalam keadaan normal, ethylen berbentuk gas (C2H4) dengan struktur kimia yang sangat sederhana. Ethylen ini sendiri dihasilkan dari proses respirasi buah, daun dan jaringan lainnya didalam tanaman. Apabila ZPT ini digunakan dalam jumlah yang cukup besar, maka hormon ini dapat digunakan untuk mempercepat pemasakan buah. Dengan adanya ZPT yang mengandung ethephon, maka kinerja sintetis ethylen berjalan optimal sehingga tujuan agar buah cepat masak bisa tercapai.

Dengan semakin pentingnya zat pengatur tumbuh dalam upaya merangsang hormon dalam tanaman, kini banyak beredar jenis- ZPT dengan fungsi dan kelebihan masing-masing. Untuk mempercapat pemasakan buah maka penggunaan ZPT berbahan aktif etephon merupakan langkah yang tepat.

 

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Praktikum

Kegiatan pratikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 28 Oktober 2008 di Laboratorium Hortikultura Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Sedangkan pengamatannya dilaksanakan dalam waktu satu minggu.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada percobaan Degreening adalah jeruk nipis dan ETP 40 ppm. Pada percobaan Chilling Injury bahan yang digunakan adalah cabe merah besar dan kertas koran. Alat pendingin digunakan sebagai tempat menyimpan bahan.

Metode Pratikum

Degreening

1.      Siapkan jeruk nipis, usahakan ukuran dan warnanya seragam (hijau tua)

2.      Siapkan larutan ETP 40 ppm encerkan dalam air 1 liter

3.      Masukkan jeruk nipis pada larutan ETP yang telah diencerkan, diamkan beberapa saat

4.      Setelah itu diangkat dan ditiriskan, simpan pada suhu ruangan

5.      Amati perubahan warna, kelunakan, dan aroma.

Chilling Injury

1.      Siapkan cabe merah besar yang masih keras (bagus, tidak cacat)

2.      Bungkus dengan koran, tipis saja

3.      Simpan dalam lemari pendingin dengan suhu 3 derajat

4.      Amati perubahan warna, kelunakan, dan aroma.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Grafik 1. Pola Hubungan Penggunaan Dosis Etephon terhadap Perubahan Warna Jeruk Nipis

 

Grafik 2. Pola Hubungan Penggunaan Dosis Etephon terhadap Perubahan Warna Jambu biji

 

Grafik 3. Pola Hubungan Penggunaan Dosis Etephon terhadap Perubahan Warna Pisang

 

Chilling Injury

Pada praktikum ini perlakuan chilling injury pada tanaman hortikultura ( buah-buahan), seperti: mentimun, cabe besar, wortel, tomat, papaya, mangga dan jambu biji. Telah kita ketahui bahwa sifat dari tanaman hortikultura adalah produk masih hidup sehingga masih melakukan kegiatan respirasi dan metabolisme. Bila lingkungan dalam penyimpanan atau bisa dikatakan perlakuan pasca panen tidak sesuai/ lingkungan yang tidak sesuai maka akan menyebabkan kerusakan pada komoditas hortikultura tersebut. Sehingga untuk mempertahankan kualitas produk hingga sampai ke tangan konsumen antara lain: penyimpanan suhu rendah dapat menurunkan laju respirasi, mengurangi efek etilen yang menyebabkan kematangan dengan cepat. Lingkungan yang tidak mendukung dapat mneyebabkan kerusakan yang produk. Misalnya saja Chiling injury merupakan kerusakan produk yang diakibatkan oleh suhu lingkungan yang terlalu rendah sehingga dapat menurunkan kualitas nilai produk untuk dipasarkan. Akibat yang ditimbulkan chilling injury, misalnya bintik-bimtik pada produk, perubahan warna,  pencoklatan, pematangan yang tidak normal, bahkan kebusukan pada produk.

Suhu penrilyimpanan untuk setiap komoditas berbeda-beda, sehingga pada saat satu produk tersebut sudah mengalami kerusakan fisik maka belum tentu produk yang lain juga mengalami kerusakan. Karena produk yang mnegalami kerusakan suhu penyimpanannya sudah melewati batas sedangkan produk lain masih bisa mentolerin.  Pada setiap kelompok berbeda-beda komoditasnya dan suhu penyimpanannya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hampir seluruh komoditas pada suhu 3oC  buah tetap pada kondisi pada awalnya, sedangkan pada suhu 6OC buah sudah mengalami kerusakan fisik. Pada cabe besar ketika buah matang, tekstur permukaan luar licin dan mengkilat. Proses pematangan hingga warna merah dibaregi oleh akumulasi gula sederhana di dalam kulit buah. Dimana warna merah itu sendiri dipengaruhi oleh pigmen karotenoid. Kadang waktu pemanenan etepon digunakan untuk mempercepat pembentukan warna buah. Pada suhu penyimpanan 3OC mengalami agak keriput pada kulit buah dan adanya bintik hitam seperti antraknosa namun masih segar.kemudian untuk komoditas lain bagian dalam buahnya juga mengalami kerusakan seperti kelunakan buah. Sehingga dapat dikatakan bahwa buah akan mengalami perubahan warna menjadi kuning, kulit agak keriput, lunak.

Chilling injury merupakan kerusakan akibat lingkungan pada suhu lingkungan rendah.  Disamping itu akan menyebabkan buah berkurang kekerasannya, aroma, dan umur simpan. Buah akan menjadi lunak sehingga aroma buah akan berubah menjadi agak busuk dan umur simpan menjadi pendek serta dapat mendatangkan mikroba dan akhirnya buah akan busuk. Setelah buah mengalami perubahan fisik / kerusakan maka nilai jual di pasaran akan turun bahkan tidak dapat dijual karena tidak bisa lagi dikonsumsi sebagaimana layaknya. Oleh karena itu, perlu adanya pencegahan kerusakan akibat chilling injury, antara lain: peningkatan kelembaban ruang simpan, pemanasan ringan, penerapan penggunaan suhu penyimpanan bertahap, dan penggunaan kalsium. Dengan demikian, produk hortikultura dapat dijual di pasar dan tidak menurunkan kualitas produk bila disimpan pada suhu rendah.

Degreening.

Degreening pada buah jeruk nipis dengan pemberian etephon dengan dosis 10 ppm dan 20 ppm memberikan hasil warna yang tidak berbeda jauh. Sedangkan pada perlakuan etephon 10 ppm lebih cepat melunakkan kulit buah jeruk nipis. Pada buah jambu biji etephon dengan dosis 20 ppm lebih cepat membuat warna buah jambu biji berubah dari hijau menjadi kuning. Sedangkan pada pemberian etephon 10 ppm lebih cepat melunakkan buah jambu biji jika dibandingkan dengan perlakuan etephon 20 ppm. Pada buah pisang dengan etephon 10 ppm membuat warna buah menjadi kuning kecoklatan. Hal ini menunjukkan bahwa etephon mempercepat kematangan buah pisang dan menyebabkan aroma buah lebih tajam jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemberian etephon).

Gas asetilen pada proses penguningan buah jeruk akan merangsang pembentukan gas etilen dalam sel. Gas etilen merombak klorofil pada kulit jeruk dan mensintesis pigmen karotenoid. Aktivitas perombakan tersebut hanya terjadi pada lapisan subepidermal kulit buah. Hasilnya kulit buah yang semula hijau berubah jadi jingga tanpa mengubah rasa buah. Hal itu dibuktikan oleh Dr Mohamad Soedibyo dan Ir Wisnu Broto, MS, peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian di Bogor. Dalam penelitiannya pada 1992 Soedibyo menunjukkan degreening dengan menggunakan gas asetilen tidak mengubah nilai gizi jeruk. Sementara hasil penelitian Wisnu pada 1988, gas asetilen tidak mempengaruhi kadar gula total, kadar asam total, dan kadar vitamin C.

Degreening bisa diterapkan pada semua jenis jeruk. Namun, lazimnya jenis jeruk keprok dan mandarin karena ketika didegreening warna cenderung jadi jingga. Beda dengan siem yang berubah jadi kuning. ‘Warna kuning umumnya tidak disukai konsumen karena buah dianggap sudah terlalu matang atau sudah lama dipanen,’ kata Roedhy Poerwanto yang meraih gelar doktor dari Ehime University, Shikoku, Jepang.

Proses penguningan kulit buah itu tidak mempengaruhi kematangan buah. Oleh karena itu jeruk yang akan dikuningkan harus memiliki kematangan yang cukup sehingga kualitas rasanya baik: manis. Warna kuning sekurang-kurangnya 70%. Dengan begitu warna yang dihasilkan akan lebih menarik, jingga mengkilap. Bila kurang dari itu biasanya kuningnya pucat sehingga tak menarik, kata Wisnu.

Sementara menurut Ir Retno Pangestuti, peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, jeruk yang masih berwarna hijau pun bisa didegreening dengan syarat sudah matang. Namun, biasanya semburat warna hijau yang digunakan 10 -20%. Kalau kurang dari itu kekuningan buah dalam degreening tidak seragam, kecuali ada pemilihan buah sebelumnya.

Secara teoritis dari segi fisiologi tumbuhan disebutkan bahwa mekanisme kerja ethephon dalam proses pemasakan buah sebagai berikut:

1.      Pada tingkat molekular C2H4 (ethephon) dalam proses klimaterik , buah terikat pada ion logam dan enzim yang berfungsi untuk mempercepat proses respirasi untuk merubah karbohidrat menjadi gula sehingga proses pemasakan menjadi lebih cepat. Hal ini akan berpengaruh pada aroma, warna dan rasa buah yang diberi perlakuan ethephon.

2.      Adanya ethephon menyebabkan enzim lebih mudah mencapai substrat karena akan mempercepat proses respirasi di dalam buah dan mempercepat pula proses perubahan karbohidrat menjadi gula sehingga proses pemasakan menjadi lebih cepat. Hal ini akan berpengaruh pada aroma, warna dan rasa buah yang telah diberi perlakuan etephon.

3.      Ethephon menyebabkan enzim lebih mencapai substrat , karena akan mempercepat pula proses respirasi di dalam buah dan mempercepat pula proses perubahan karbohidrat menjadi gula pada proses klimaterik dan penuaan buah.

4.      Prothephon pada tingkat sel akan menyebabkan melokeul C2H4 lebih mudah masuk dalam kedalam membran karena C2H4 mampu menambah permeabilitas membran sel maupun membran-membran bagian sub seluler sehingga membran substrat akan lebih mudah dicapai oleh enzim respirasi karena C2H4 mudah larut dalam air dan lemak.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Jeruk nipis. www.IPTEKnet.com. [20 November 2008].

Anonim. 2008. Citrusa urantium.http://www.smecda.com. [20 November 2008].

Anonim. 2008. Cabai. www.wikipedia.com. [20 November 2008].

Anonim. 2008. Cabai merah. http://www.cabai merah\dapur mlandhing » Cabai     Merah.htm. [20 November 2008].

Apriyanti, R. N. 2008. Pergi hijau berkat karbit. http://www.trubus-online.co.id.    [24 November 2008].

Beveridge, T. H. J. (2003).Maturity and Quality Grades for Fruits and Vegetables”. In Handbook of Postharvest Technology, cereals, fuits, vegetables, tea and spices. Ed. A. Chakraverty, .. Mujumdar, G.S.V. Raghavan and H. S. Ramaswamy. Marcel Dekker, Inc. New York.

Pantastico, E.B. 1975. Postharvest Phyisiology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Conecticut

Rubatzky,E  Vincent and Mas Ymaguchi. 1999. Sayuran Dunia 3. Prinsip, Produksi dan Gizi. ITB Bandung.320 hal.

Tjionger, Menas. 2008. Prothephon 480 SL biar melon cepat masak dan        berkualitas. www.etephon\hal1001.htm. [20 November 2008].

 


Download pdf lengkap Laporan Produksi Benih Kacang Tanah klik disini..!!

Latar Belakang

Industri benih berbeda dengan industri lain pada umumnya karena yang dikelola dalam industri benih adalah suatu kehidupan dengan kepekaan yang tinggi terhadap faktor lingkungan baik pada saat diproduksi maupun pada saat penanganan pasca panen sampai dengan rantai pemasarannya. Industri benih sangat terikat waktu. Produksinya tidak dapat dipercepat untuk memenuhi kebutuhan pasar, dan produksinya pun harus dapat mempertahankan sifat genetis dan fisiknya agar benih yang dihasilkan dapat memenuhi kriteria benih yang berkualitas.

Industri benih di Indonesia mempunyai prospek yang baik. Kemampuan produksi benih masih jauh di bawah permintaan kebutuhan benih untuk usaha tani di Indonesia. Kemampuan produksi benih hortikultura masih di bawah 10% dari kebutuhan benih nasional. Indonesia yang merupakan Negara tropis memiliki kondisi lingkungan, sumber daya alam, dan sumber daya manusia yang sangat potensial untuk menopang perkembangan industri benih nasional. Selain itu, dalam GBHN 1988, pemerintah memberikan peluang yang cukup besar bagi tumbuh dan kembangnya industri benih di Indonesia.

Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan utama selain beras. Di bidang industri, kacang tanah digunakan sebagai bahan untuk membuat keju, mentega, sabun dan minyak goreng. Hasil sampingan dari minyak dapat dibuat bungkil (ampas kacang yang sudah dipipit/diambil minyaknya) dan dibuat oncom melalui fermentasi jamur. Manfaat daun kacang tanah, selain dibuat sayuran mentah ataupun direbus juga digunakan sebagai bahan pakan ternak serta pupuk hijau. Sebagai bahan pangan dan pakan ternak yang bergizi tinggi, kacang tanah mengandung lemak (40,50%), protein (27%), karbohidrat serta vitamin (A, B, C, D, E dan K), juga mengandung mineral antara lain Calcium, Chlorida, Ferro, Magnesium, Phospor, Kalium dan Sulphur.

 

 

Produksi kacang tanah per hektar masih belum dapat optimal. Melihat pentingnya komoditi tersebut, maka perlu diupayakan optimalisasi produksi kacang tanah. Upaya optimalisasi produksi kacang tanah dipengaruhi ketersediaan benih bermutu. Permintaan benih kacang tanah  yang tinggi, tidak dapat diimbangi dengan kemampuan dalam memproduksi benih kacang tanah, sehingga pengembangan usaha produksi benih kacang tanah masih cukup potensial untuk dikembangkan. Harga benih kacang tanah yang relatif stabil merupakan salah satu keunggulan dalam usaha produksi benih kacang tanah.

 

Tujuan

Kegiatan praktik usaha pertanian ini mempunyai tujuan agar:

1.      Mahasiswa mengetahui aspek-aspek dalam kegiatan produksi benih, terutama benih kacang tanah.

2.      Mahasiswa mampu secara teoritis maupun praktis melaksanakan kegiatan produksi benih kacang tanah beserta pemasarannya.

3.      Mahasiswa mampu menganalisa berbagai kendala dalam kegiatan produksi kacang tanah dan mampu memberikan rekomendasi solusi untuk perbaikan ke depannya.


TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Singkat

Kacang tanah merupakan tanaman pangan. Kacang tanah masuk ke Indonesia diperkirakan dibawa oleh para pedagang Spanyol sewaktu melakukan pelayaran dari Meksiko menuju Maluku setelah tahun 1597. Pada tahun 1863, Holle memasukan kacang tanah dari Inggris dan pada tahun 1864 Scheffer memasukan pula kacang tanah dari Mesir (Purwono dan Purnamawati, 2007).

 

Botani dan Klasifikasi

Tanaman kacang tanah memiliki perakaran yang banyak, dalam, dan berbintil. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun majemuk dengan empat helai daun. Setelah penyerbukan, ginofor akan tumbuh dari dasar bunga hingga 15 cm. Ginofor ini akan terus tumbuh secara geotropisme. Setelah menembus tanah dan mencapai kedalaman 2 – 7 cm, ginofor akan tumbuh mendatar, membengkak, dan membentuk polong (Purwono dan Purnamawati, 2007).

Tanaman kacang tanah termasuk kedalam tanaman legu-leguman, berikut adalah taksonomi tanaman kacang tanah:

Kingdom          : Plantae atau tumbuh-tumbuhan

Divisi               : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji

Sub Divisi        : Angiospermae atau berbiji tertutup

Klas                 : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua

Ordo                 : Leguminales

Famili              : Papilionaceae

Genus               : Arachis

Perbanyakan tanaman kacang tanah dilakukan secara generative dengan menggunakan biji. Benih kacang tanah disimpang dalam bentuk polong kering agar tidak mudah rusak. Benih kacang tanah tidak memiliki masa dormansi sehingga mudah tumbuh jika terlambat dipanen. (Purwono dan Purnamawati, 2007).

 

 

Morfologi

Bagian-bagian tanaman kacang tanah dapat dideskripsikan sebagai berikut.

1.      Daun

Daun pertama yang tumbuh adalah kotiledon. Daun pertama tersebut terangkat ke atas permukaaan tanah selagi biji kacang berkecambah. Daun berikutnya berupa daun tunggal dan berbentuk bundar. Pada pertumbuhan selanjutnya tanaman kacang tanah membentuk daun majemuk bersirip genap, terdiri atas empat anak daun dengan tangkai daun agak panjang. Helaian anak daun ini beragam: ada yang berbentuk bulat, elips dan agak lancip, tergantung varietasnya. Permukaan daun ada yang tidak berbulu dan ada yang berbulu. Bulu daun ada yang hanya sedikit dan pendek, sedikit dan panjang, banyak dan pendek, ataupun banyak dan panjang.

2.      Batang

Batang tanaman kacang tanah tidak berkayu dan berbulu halus, ada yang tumbuh menjalar dan ada yang tegak. Tinggi batang rata-rata sekitar 50 cm, namun ada yang mencapai 80 cm. tanaman yang bertipe menjalar tumbuh ke segala arah dan dapat mencapai garis tengah 150 cm. bagian bawah batang merupakan tempat menempelnya perakaran tanaman. batang di atas permukaan tanah berfungsi sebagai tempat pijakan cabang primer, yang masing-masing dapat membentuk cabang sekunder. Tanaman tipe tegak membentuk percabangan antara 3-6, sedangkan tipe menjalar dapat membentuk 10 cabang primer. Pada cabang primer terbentuk cabang sekunder dan kemudian tumbuh cabang tersier. Batang dan cabang kacang tanah berbentuk bulat, bagian atas batang ada yang berbentuk agak persegi, sedikit berbulu dan berwarna hijau.

 

3.      Akar

Kacang tanah berakar tunggang yang tumbuh lurus ke dalam tanah hingga kedalaman 40 cm. pada akar tunggang tersebut tumbuh akar cabang dan diikuti oleh akar serabut. Akar kacang berfungsi sebagai penopang berdirinya tanaman serta alat penyerap air dan zat-zat hara serta mineral dari dalam tanah. Cabang dan akar rambut berperanuntuk memperluas permukaan akar guna meningkatkan daya serap akar tanaman tersebut. Pada pangkal dan cabang akar tunggang kacang tanah biasanya terdapat bintil-bintil bakteri Rhizobium yang berperan dalam penyerapan nitrogen dari udara bebas.

Pada varietas bertipe menjalar, terdapat perakaran tanaman yang muncul dari buku-buku cabang dab menjalar menyentuh tanah. Dengan adanya akar ini, daerah penyerapan unsure hara akan lebih luas karena akar adventif ini juga berfungsi sebagai alat pengisap atau penyerap air dan hara dari dalam tanah.

4.      Bunga

Bunga kacang tanah mulai muncul dari ketiak daun pada bagian bawah tanaman yang berumur antara 4-5 minggu dan berlangsung hingga umur sekitar 80 hari setelah tanam. Bunga berbentuk kupu-kupu (papilionaceus), berukuran kecil, dan terdiri atas lima daun tajuk. Dua diantara daun tajuk tersebut bersatu seperti perahu. Di sebelah atas terdapat sehelai daun tajuk yang paling lebar yang dinamakan bendera (vexillum), sementara di kanan dan kiri terdapat dua tajuk daun yang disebut sayap (ala). Setiap bunga bertangkai berwarna putih. Tangkai bunga sebenarnya adalah tabung kelopak. Mahkota bunga (corolla) berwarna kuning atau kuning kemerah-merahan. Bendera dari makhota bunga bergaris-garis merah pada pangkalnya.

Bunga kacang tanah pada umumnya melakukan penyerbukan sendiri. Penyerbukan terjadi menjelang pagi, sewaktu bunga masih kuncup (kleistogami) (Sumarno, 1986). Penyerbukan silang dapat terjadi, namun persentasenya sangat kecil, sekitar 0, 5 %.

Umur bunga tidak lama: setelah terjadi penyerbukan, daun mahkota mekar penuh, dan pada hari berikutnya akan layu dan gugur. Bunga yang berhasil menjadi polong biasanya hanya bunga yang terbentuk pada sepuluh hari pertama. Bunga yang muncul selanjutnya sebagian besar akan gugur sebelum menjadi ginofora (bakal buah).

 

5.      Buah

Buah kacang tanah berada di dalam tanah. Setelah terjadi pembuahan, bakal buah tumbuh memanjang dan nantinya akan menjadi tangkai polong. Mula-mula, ujung ginofora yang runcing mengarah ke atas, kemudian tumbuh mengarah ke bawah dan selanjutnya masuk ke dalam tanah sedalam 1-5 cm. pada waktu menembus tanah, pertumbuhan memanjang ginofora akan terhenti. Panjang ginofora ada yang mencapai 18 cm. tempat berhentinya ginofora masuk ke dalam tanah tersebut menajdi tempat buah kacang tanah. Ginofora yang terbentuk di cabang bagian atas dan tidak masuk ke dalam tanah akan gagal membentuk polong.

Setiap polong kacang tanah berisi 1-4 biji, namun kebanyakan 2-3 biji. Setiap pohon memiliki jumlah dan isi polong beragam, tergantung pada varietas dan tanaman yang dibudidayakan. Polong kacang tanah dapat dibedakan berdasarkan beberapa hal, yaitu:

a.       Berdasarkan ukuran panjangnya, polong kacang tanah dapat dibedakan menjadi lima: sangat kecil (<1,5 cm); kecil (<2 cm); sedang (<2,5 cm); besar (<3 cm); dan sangat besar (>3 cm).

b.      Berdasarkan beratnya, polong kacang tanah dapat dibedakan menjadi lima: sangat kecil (<50 g); kecil (<65 g); sedang (<105 g); besar (<155 g); dan sangat besar (>155 g).

c.       Berdasarkan bentuk paruhnya, polong kacang tanah dapat dibedakan menjadi lima tipe: tidak berparuh, sedikit berparuh, agak berparuh, berparuh, dan sangat berparuh.

d.      Berdasarkan bentuk pinggangnya, polong kacang tanah dapat dibedakan menjadi enam tipe: tidak berpinggang, sedikit berpinggang, agak berpinggang, berpinggang, berpinggang dalam, dan berpinggang sangat dalam.

e.       Berdasarkan lukisan jarring pada kulitnya, polong kacang tanah dapat dibedakan menjadi empat tipe: halus, agak halus, sedang dan kasar.

 

6.      Biji

Biji kacang tanah terdapat di dalan polong. Kulit luar (testa) bertekstur keras, berfungsi untuk melindungi biji yang berada di dalamnya. Biji terdiri atas lembaga dan keeping biji, diliputi oleh kulit ari tipis(tegmen). Biji berbentuk bulat agak lonjong atau bulat dengan ujung agak datar karena berhimpitan dengan butir biji yang lain selagi di dalam polong. Warna kulit biji bervariasi: merah jambu, merah, cokelat, merah tua, dan ungu. Biji kecil berukuran sekitar 20 g/100 biji, biji sedang sekitar 50 g/100 biji, dan biji besar lebih dari 50 g/100 iji. Varietas local pada umumnya memiliki biji kecil yaitu 30-40 g/100 biji. Rendemen biji dari polong berkisar antara 50 %-70 %.

 

Benih kacang tanah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman, batasan tentang benih tanaman (selanjutnya disebut benih) adalah tanaman atas bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman. benih varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah sebagai benih bina, apabila akan diperbanyak dan diedarkan harus melalui proses sertifikasi serta harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Benih kacang tanah pada hakikatnya adalah biji botanis. Di Indonesia, benih kacang tanah dibedakan berdasarkan mutu genetiknya menjadi empat kelas, yaitu benih penjenis (BS), benih dasar (BD), benih pokok (BP), dan benih sebar (BR).

a.       Benih penjenis adalah benih yang diproduksi dan diawasi serta dievaluasi oleh pemulia tanaman kacang tanag, ditandai dengan label putih.

b.      Benih dasar adalah benih keturunan pertama dari benih penjenis. Benih tersebut diproduksi oleh lembaga atau penangkar, di bawah bimbingan serta pengawasan ketat dari pemulia tanaman kacang tanah. Benih dasar ditandai dengan label putih.

c.       Benih pokok adalah keturunan pertama dari benih dasar atau keturunan kedua dari benih penjenis. Benih tersebut diproduksi oleh lembaga atau penangkar benih di bawah pengawasan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Benih tersebut ditandai dengan label ungu.

d.      Benih sebar adalah benih keturunan pertama dari benih pokok. Benih sebar diproduksi oleh penangkar di bawah pengawasan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih, ditandai dengan label biru.

Benih kacang tanah secara fisik dipersyaratkan sebagai berikut: memiliki embrio, keeping biji atau kotiledon, dan kulit ari; murni, tidak tercampur benih varietas yang lain, seragam, bernas, tidak keriput, dan kulit ari tidak rusak; embrio dan kotiledon tidak rusak; kadar air kurang dari 10 %; dan daya tumbuh benih lebih dari 80 %. Adapun sifat benih kacang tanah pada umumnya, yaitu sebagai berikut.

a.       Sangat higroskopis Karena mengisap air dari lingkungan sekelilingnya sehingga kadar air biji akan cepat naik mengikuti pola kelembaban udara/tanah di tempat benih tersebut diletakkan.

b.      Proses metabolisme dan respirasi dalam benih sangat tinggi sehingga pada kondisi penyimpanan yang bersuhu tinggi, daya tumbuhnya akan cepat menurun.

c.       Kulit ari biji umumnya tipis sehingga mudah terinfeksi oleh cendawan, bakteri maupun virus.

 

Deskripsi kacang tanah varietas Gajah

Asal                             : Persilangan antara no. 21 dan no. 111

Batang                         : Berdiri tegak, berwarna hijau muda berbulu putih

Daun                           : Berwarna hijau muda, berbulu putih

Warna bunga               : Kuning

Warna ginofora           : Ungu/ keunguan

Konstruksi polong      : Sedikit dengkeng (wenningingesnoerd), berurat agak kasar, dan pelatuk kurang jelas

Warna kulit biji           : Merah jambu/ros

Ketahanan                   :Tahan terhadap penyakit layu (Pseudomonas solanacearum)

Umur berbunga           : ± 30 hari

Umur panen                : 100-110 hari

Bobot 1000 biji           : 537 g

% polong kering          : 60-70 %

Potensi hasil                : 12-18 kw polong kering/ha

Kadar lemak                : 48 %

Kadar protein              : 29 %

 

 

 

 

 

 

Produksi Benih Kacang Tanah

Metode pelaksanaan yang dilakukan dalam kegiatan produksi benih kacang tanah adalah:

  • Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan alat cangkul, luku atau traktor sedalam 20-30cm. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk memperbaiki struktur dan aerasi tanah agar pertumbuhan akar dan pengisapan zat hara oleh tanaman dapat berlangsung dengan baik.

  • Penanaman

Penanaman dilakukan dengan menggunakan tugal sedalam 3 cm dengan 2 butir benih perlubang dan jarak tanam 40 cm x 10 cm. Kemudian lubang tanam ditutup tanah secara tipis.

  • Pemeliharaan

1.      Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk Urea, SP36 dan KCI dengan dosis 60-90 kg Urea, 60-90 kg SP36 dan 50 kg KCI. Per hektar. Pemupukan dilakukan dengan memasukkan pupuk kedalam lubang tugal disisi kiri kanan lubang tanam atau disebar merata kedalam larikan.

2.      Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila ada benih yang tidak tumbuh. Penyulaman dilakukan dengan membuat lubang tanam baru pada bekas lubang tanam terdahulu. Tujuan dari penyulaman ini adalah untuk mempertahankan populasi.

3.      Penyiangan dan pembumbunan

Penyiangan dilakukan 2 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 21 hari setelah tanam dan penyiangan kedua dilakukan pada umur 40 bari setelah tanam. Pada penyiangan kedua ini juga dilakukan pembumbunan yaitu tanah digemburkan kemudian ditimbun didekat pangkal batang tanaman. Pembumbunan bertujuan memudahkan bakal buah menembus permukaan tanah sehingga pertumbuhannya optimal.

 

4.      Roguing

Produsen benih bersertifikat disarankan me-roguing tanamannya pada fase vegetative (sekitar 15 HST) dan sebelum pemeriksaan kedua berakhir (20 hari sebelum panen), walaupun dengan system perbanyakan benih poligenerasi pemeriksaan penanaman hanya dilakukan pada fase pembungaan. Roguing pertama didasarkan pada warna hipokotil, sedangkan yang kedua berdasarkan pada tipe pertumbuhan. Selain itu tanaman simpang dapat dibedakan berdasarkan ukuran tanaman, warna helaian daun, warna bunga atau selainnya.

5.      Pengairan

Tanaman kacang tanah tidak menghendaki air yang menggenang. Fase kritis untuk tanaman Kacang Tanah adalah rase perkecambahan, rase pertumbUhan dan rase pengisian polong. Waktu pengairan yang baik adalah pagi atau sore hari dengan cara dileb hingga tanah cukup basah.

6.      Pengendalian hama dan penyakit tanaman

Pengendalian dilakukan dengan cara manual dan kimia. pengendalian secara manual digunakan apabila serangan tidak terlalu banyak, sedangakan pengendalian secara kimiawi dipakai jika serangan hama dan penyakit sudah menghawatirkan.

  • Pemanenan

Penentuan saat panen yang tepat harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan produk Kacang Tanah. Pedoman umum yang digunakan sebagai kriteria penentuan saat panen Kacang Tanah adalah sebagai berikut :

Sebagian besar daun menguning dan gugur ( rontok ).
Tanaman berumur 85 -110 hari tergantung,Varietasnya. -Sebagian besar polongnya ( 80 % ) telah tua. “
Kulit polong cukup keras dan berwarna cokelat kehitam-hitaman.
Kulit biji tipis dan mengkilap.
Rongga polong telah berisi penuh dengan biji.

Panen dilakukan dengan mencabut batang tanaman secara hati-hati agar polongnya tidak tertinggal dalam tanah.

  • Pengujian

Pengujian yang dilakukan dalam kegiatan produksi benih kacang tanah adalah pengujian kadar air benih dan pengujian daya berkecambah benih. Pengujian kadar air dilakukan secara langsung dengan menggunakan oven pada saat setelah panen dan sebelum dikemas. Pengujian daya berkecambah dilakukan dengan UKD-DP.

  • Pasca panen

Kegiatan pokok pasca panen Kacang Tanah adalah sebagai berikut :

a. Setelah dipanen brangkasan Kacang Tanah dipotong lebih kurang 10 cm kemudian dibersihkan.
b. Pemipilan
Pipil polong Kacang Tanah dari batangnya dengan tangan.
c. Pengeringan
Tebarkan polong Kacang Tanah di atas anyaman bambu atau tabir sambil dijemur dibawah terik matahari sampai kering (Kadar air 9% – 12%).
d. Penyimpanan.

1) Penyimpanan dalam bentuk polong kering.

Masukkan polong kering kedalam karung goni atau kaleng tertutup rapat, lalu simpan digudang penyimpanan yang tempatnya kering.

2) Penyimpanan dalam bentuk biji kering.

Kupas polong kacang tanah kering dengan tangan atau alat pengupas kacang tanah. Jemur biji kacang tanah hingga berkadar air 9% lalu masukkan ke dalam wadah tertutup untuk disimpan atau dijual.

 

 

Analisis Ekonomi Budidaya Tanaman

Analisis Usaha Budidaya

 

Tabel 1 Analisis Produksi Benih Kacang Tanah
No Uraian Kebutuhan Satuan Harga/Satuan Jumlah
(Rp) (Rp)
A Biaya        
1 Sewa Lahan 1 Musim Tanam 1 ha 1000000 1000000
2 Benih 50 Kg 15000 750000
3 Pupuk dan Kapur
Urea 50 Kg 1600 80000
SP-36 100 Kg 1600 160000
KCl 100 Kg 2250 225000
Kapur 500 Kg 300 150000
4 Pestisida
Pestisida cair 2 Liter 60000 120000
Insektisida butiran 10 Kg 10000 100000
5 Tenaga Kerja
Pengolahan tanah 30 HOK 20000 600000
Penanaman 20 HOK 20000 400000
Pemeliharaan 30 HOK 20000 600000
Panen dan Pasca Panen 20 HOK 20000 400000
6 Penyusutan Alat 1 Paket 100000 100000
Total 4685000
B Pendapatan 2000 kg 3500 7000000
c Keuntungan 2315000
D R/C Rasio       1,49413

 

BAHAN DAN METODE

Waktu Pelaksanaan

Kegiatan produksi benih kacang tanah ini dimulai dari tanggal 5 September 2008 sampai dengan 28 November 2008 di Kebun Percobaan Leuwikoppo Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

 

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi benih kacang tanah adalah: Lahan tanam, benih kacang tanah varietas gajah, furadan, pupuk organik dan anorganik, dan pestisida.

Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan produksi benih kacang tanah adalah: Cangkul, tugal, koret, karung, oven, dryer, aluminiumfoil, kertas kopi, dan lain-lain.

 

Metode Pelaksanaan

Kegiatan produksi benih kacang tanah yang dilakukan dimulai dari kegiatan pemeliharaan, bukan dimulai dari pengolahan tanah pada umumnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan produksi benih kacang tanah adalah:

  • Perencanaan

Perennaan dilakukan oleh semua anggota tim pratikan produksi benih yang dibimbing oleh Ibu Tatik sebagai dosen pembimbing kelompok pratikum produksi benih.

  • Penanaman

Pengolahan tanah tidak dilakukan oleh pratikan tetap dikerjakan oleh para pekerja.

 

 

 

 

  • Pemeliharaan

1.      Pemupukan

Pupuk yang diberikan ditujukan untuk pemupukan tanaman jarak, Sehingga tidak dilakukan pumupukan khusus untuk tanaman kacang tanah yang ditanam sebgai tanaman sela pada penanaman tanaman jarak.

2.      Penyulaman

Pratikann tidak melakukan kegiatan penyulaman.

3.      Penyiangan dan pembumbunan

Penyiangan dilakukan setiap minggu sampai saat panen panen tiba sedangkan pembubunan dilakukan setiap minggu sampai tanaamn tidak mengahasilkna bunga lagi.

4.      Roguing

Roguing dilakukan setiap minng bersama denga kegiatan penyiangan.

5.      Pengairan

Tidak diberikan pengairan yang rutin pada kegiatan pertanaman ini. pengairan hanya bertumpu pada air hujan.

6.      Pengendalian hama dan penyakit tanaman

Pengendalian dilakukan dengan cara manual dan kimia. pengendalian secara manual digunakan apabila serangan tidak terlalu banyak, sedangkan pengendalian secara kimiawi dipakai jika serangan hama dan penyakit sudah menghawatirkan.

  • Pemanenan

Penentuan saat panen yang tepat harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan produk Kacang Tanah. Pedoman umum yang digunakan sebagai kriteria penentuan saat panen Kacang Tanah adalah sebagai berikut :

Sebagian besar daun menguning dan gugur ( rontok ).
Tanaman berumur 85 -110 hari tergantung,Varietasnya. -Sebagian besar polongnya ( 80 % ) telah tua. “
Kulit polong cukup keras dan berwarna cokelat kehitam-hitaman.
Kulit biji tipis dan mengkilap.
Rongga polong telah berisi penuh dengan biji.

Panen dilakukan dengan mencabut batang tanaman secara hati-hati agar polongnya tidak tertinggal dalam tanah.

  • Pengujian

Pengujian yang dilakukan dalam kegiatan produksi benih kacang tanah adalah pengujian kadar air benih dan pengujian daya berkecambah benih. Pengujian kadar air dilakukan secara langsung dengan menggunakan oven pada saat setelah panen dan sebelum dikemas. Pengujian daya berkecambah dilakukan dengan UKDdp.

  • Pasca panen

Kegiatan pokok pasca panen Kacang Tanah adalah sebagai berikut :

a. Setelah dipanen brangkasan Kacang Tanah dipotong lebih kurang 10 cm kemudian dibersihkan.
b. Pemipilan
Pipil polong Kacang Tanah dari batangnya dengan tangan.
c. Pengeringan
Tebarkan polong Kacang Tanah di atas anyaman bambu atau tabir sambil dijemur dibawah terik matahari sampai kering (Kadar air 9% – 12%).
d. Penyimpanan.

1) Penyimpanan dalam bentuk polong kering.

Masukkan polong kering kedalam karung goni atau kaleng tertutup rapat, lalu simpan digudang penyimpanan yang tempatnya kering.

2) Penyimpanan dalam bentuk biji kering.

Kupas polong kacang tanah kering dengan tangan atau alat pengupas kacang tanah. Jemur biji kacang tanah hingga berkadar air 9% lalu masukkan ke dalam wadah tertutup untuk disimpan atau dijual.

 

  • Penjualan

Penjualan dilakukan dalam bentuk kemasan 1 Kg yang masing-masing dijual sengan harga Rp 15.000/Kg. Penjulan benih kacang tanah dilakukan disekitar kampus dan Bogor.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Kacang Tanah

Pratikum praktek usaha pertanian produksi benih kacang tanah menghasilkan total berat benih sebesar 13 Kg. Benih-benih tersebut diperoleh dari hasil tiga kali panen. Panen pertama menghasilkan 25 Kg, panen kedua mengahsilkan 24 kg, dan panen ketiga menghasilkan 6.75 kg. Setelah dilakukan pengeringan, pengujian, dan sortasi dihasilkan total 13 kg benih kacang tanah siap jual. Data produksi benih kacang tanah dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 2 Produksi Benih Kacang Tanah per  640 m²
  Total Berat Basah Benih Kacang Tanah
Panen 1 25 Kg 9 Kg
Panen 2 24 Kg 2 Kg
Panen 3 6.75 Kg 2 Kg

 

Produksi kacang tanah yang total sebesar 55.75 kg merupakan pencapaian produksi yang masih rendah dan masih dibawah standar yang ada. Faktor utama yang menyebabkan produksi kacang tanah menjadi rendah adalah tujuan awal penanaman tanaman kacang tanah yang akan dijadikan benih bukan untuk produksi benih, melainkan untuk tanaman konsumsi dan hanya ditanam sebagai tanaman sela pada tanaman jarak sehingga menyebabkan kegiatan budidaya tanaman kacang tanah menjadi tidak maksimal.

Penanaman kacang tanah sebagai tanaman sela pada tanaman jarak ini menyebakan beberapa hal, yaitu pertama, pada produksi benih kacang tanah  tidak dilakukan pemupukan secara khusus untuk tanaman kacang tanah. Dosis pupuk yng diberikan terbatas untuk tanaman jarak. Sehingga pemupukan yang diberikan hanya secara khusus bertujuan untuk menyediakan hara bagi tanaman jarak bukan untuk tanaman kacang tanah. Tanaman kacang tanah hanya sebatas mengambil hara-hara sisa dari unsur yang ditujukan untuk tanaman jarak. Kekurangan hara pada akhirnya menyebabkan produksi kacang tanah menjadi tidak maksimal. Kedua, tidak dilakukan pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hanya dilakukan pada tanaman jarak sebagai tanaman utama. Keadaan lahan yang kurang baik menjadikan semakin bertambah parahnya serangan penyakit terhadap tanaman kacang tanah. Hal yang paling nyata terlihat adalah sebagian tanaman kacang tanah pertumbuhannya menjadi kerdil seperti pada gambar 1 di bawah ini.

 

Gambar 1. Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah Menjadi Kerdil Akibat Serangan Hama dan Penyakit

 

Faktor lain menyebabkan rendahnya produksi kacang tanah adalah tidak dilakukannya kegiatan penyiangan dan pembumbunan dengan baik. Kegiatan penyiangan yang tidak baik menyebabkan terjadinya kompetisi hara antara tanaman optimum, dan ditambah lagi pemupukan yang dilakukan ditujukan untuk tanaman jarak menyebabkan tanaman kacang tanah mengalami defisiensi hara. Selain itu, keberadaan gulma yang tidak terkendali menyebabkan tanaman kacang tanah tidak terlihat sehingga tanaman kacang tanah menjadi sulit panen pada saat pemanenan seperti yang terdapat pada gambar 2.

 

 

Gambar 2. Tanaman Kacang Tanah yang Tidak Jelas Terlihat Akibat Tidak Terkendalinya Gulma

 

Pembumbunan yang tidak baik menyebabkan bunga tanaman kacang tanah menjadi tidak tertimbun tanah sehingga akhirnya tidak dapat menjadi polong yang berisi. Gambar 3 memperlihatkan tanaman kacang tanah yang mengahasilkan polong yang tidak maksimal akibat tidak dikukannya penyiangan dan pembumbunan yang baik.

 

Gambar 3 Tanaman Kacang Tanah Tidak Menghasilkan Polong Kacang Tanah Yang Tidak Maksimal

 

Produksi Benih Kacang Tanah

Produksi benih kacang tanah sebesar 13 kg sangat tidak optimal. Dari data pada tabel 1 diperoleh bahwa rendemen benih kacang tanah sebesar 23 %. Angka ini masih jauh dibawah standar yang ada yaitu 40 %. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya produksi benih kacang tanah.

Faktor pertama adalah rendahnya produksi kacang tanah sebagai calon benih kacang tanah. Produksi kacang tanah yang hanya sebesar 55.75 kg atau sebesar 871 kg/ha masih dibawah standar yang ada yaitu 1.5-2.5 ton/ha. Faktor-faktor penyebab rendahnya produksi kacang tanah telah dijelaskan sebelumnya.

Faktor kedua adalah tidak dilakukannya kegiatan roguging dengan maksimal. Sehingga banyak calon benih kacang tanah yang tidak sesuai dengan kriteria varietas tanaman kacang tanah yang ditanam. Pada akhirnya calon benih kacang tanah yang tidak sesuai kriteria harus dibuang yang menyebabkan rendahnya produksi benih kacang tanah.

Faktor ketiga adalah kegiatan pasca panen yang kurang baik, diantaranya pengeringan yang kurang optimal. Kegiatan pengeringan tidak dilakukan secara intensive setelah panen sehingga calon benih harus disimpan masih dalam kadar air yang tinggi. Penyimpanan clon benih kacang tanah dalam keadaan kadar air yang masih tinggi menyebabkan calon benih banyak yang terserang cendawan sehingga calon benih yang terserang cendawan harus segera dipisahkan. Kegiatan pengeringan yang terlalu sering dan lama pun dapat menyebabkan terlalu rendahnya kadar air (KA) benih, sehingga bobot total benih menjadi semakin berkurang seperti yang terlihat pada tabel 2, 3, dan 4.

 

Tabel 3. KA Panen kering 1 (8/11/2008)

Ulangan W1(g) W1+B1 (g) BB (g) W2(g) W2+B2 (g) BK (g) KA (%)
1 0.6 3.6 3.0 0.6 3.5 2.9 3.3
2 0.7 4.1 3.4 0.6 3.8 3.2 5.8
3 1.9 4.7 2.8 2.0 4.7 2.7 3.6
Total 4.2

 

Tabel 4. KA Panen kering 2 (20/11/2008)

Ulangan W1(g) W1+B1 (g) BB (g) W2(g) W2+B2 (g) BK (g) KA (%)
1 0.8 3.6 2.8 0.8 3.5 2.7 3.6
2 0.8 3.6 2.8 0.8 3.4 2.6 7.1
3 0.6 2.8 2.2 0.6 2.7 2.1 4.5
Total 5.1

 

Tabel 5. KA Panen kering 3 (20/11/2008)

Ulangan W1(g) W1+B1 (g) BB (g) W2(g) W2+B2 (g) BK (g) KA (%)
1 1.5 4.8 3.3 1.5 4.7 3.2 3.0
2 1.1 3.6 2.5 1.1 3.6 2.5 0.0
3 0.9 3.2 2.3 0.8 3.0 2.2 4.3
Total 3.6

Keterangan :

W1 = Berat wadah sebelum dioven

B1 = Berat benih sebelum dioven

W2 = Berat wadah setelah dioven

B2 = Berat benih setelah dioven

Rata-rata KA benih kacang tanah yang diproduksi adalah 4.3 %. KA benih kacang tanah ini jauh dibawah KA kacang tanah yang baik, yaitu berkisar antara 9% – 12%.  Hal-hal tersebut menyebabkan produksi benih kacang tanah menjadi smakin sedikit.

Penyimpanan calon kacang tanah dilakukan di pada awalnya dilakukan di depan Laboratorium Processing Benih. Penyimpanan di tempat tersebut menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi benih kacang tanah yang dihasilkan. Hal ini karena calon benih kacang tanah masih dapat terkena cipratan air hujan sehingga karung tampat penyimpanan calon benih kacang tanah menjadi lembab dan menyebabkan calon benih kacang tanah mudah terkena serangan cendawan.

Selain pengeringan dan penyimpanan, penyortiran merupakan salah satu kegiatan pasca panen yang menyebabkan sedikitnya produksi benih kacang tanah. Para penyortir masih kurang berpengalaman dalam kegiatan penyortiran, sehingga banyak calon benih yang menjadi terbuang saat penyortiran

Pemasaran

Pemasaran benih kacang tanah tidak dapat terlaksana dengan baik. Hal ini karena masih rendahnya kualitas benih yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari daya berkecambah (DB) benih yang diproduksi. DB benih yang diproduksi tidak seragam, benih hasil panen pertama mempunyai DB lebih dari 90 %, namun benih hasil panen kedua tidak sampai 75 % seperti yang terlihat pada tabel 5.

Tabel 6. Hasil Pengujian Daya Berkecambah Benih Kacang Tanah

Ulangan Panen 1 Panen 2
3 HST 5 HST 3 HST 5 HST
1 22 22 18 19
2 24 24 21 16
3 23 23 18 19
4 22 22 21 21
5 22 23 15 15
DB (%) 90.4 91.2 74.4 72
DB rata-rata (%) 90.8 73.2

Keterangan :

Setiap ulangan terdiri atas 25 benih kacang tanah

 

Faktor utama yang menyebabkan hal ini adalah keterlambatan panen dan ditambah parah lagi dengan penanaman tanaman yang pada awalnya bukan untuk produksi benih kacang tanah. Kejelasan megenai varietas sangat menetukan kualitas atau mutu benih yang dihasilkan. Pada awal penanaman yang bertujuan untuk konsumsi ini menyebabkan menjadi tidak jelasnya varietas benih yang ditanam, walaupun diketahui bahwa yang ditanam adalah varietas gajah. Selain itu, kegiatan roguing yang tidak maksimal menyebakan hasil panen menjadi tidak seragam. Salah satu contoh adalah jumlah biji pada polong yang masih banyak yang hanya 1 dan 4 biji per polong. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria benih varietas gajah yang dua biji per polong.

Survei pasar yang kurang baik pun menyebabkan kurang berhasilnya pemasaran benih kacang tanah. Mengetahui pasar dan mengetahui harga penjualan benih sebelum memproduksi benih dilakuakan dengan baik sehingga mengalami kesulitan dalam kegiatan pemasaran benih yang dihasilkan

 

Analisis Usaha Tani Produksi Benih Kacang Tanah

Secara keseluruhan produksi kacang tanah mengalami kerugian. Faktor utama yang menyebabkan kerugian tersebut adalah rendahnya produksi benih kacang tanah yang dihasilkan. Selain itu, mahalnya biaya dan tidak efisiennya penggunaan tenaga kerja juga menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya kerugian dalam produksi benih kacang tanah.

Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan diketahui bahwa kacang tanah pada luasan satu hektar mampu menghasilkan produksi sebesar 2 ton polong basah. Bila kacang tanah tersebut dijual sebagai kacang konsumsi dengan harga Rp. 4,000,- per kilogram, maka pendapatan yang diperoleh adalah 8 juta. Ketika kacang tanah dipersiapkan menjadi benih, maka akan terjadi penyusutan sebesar 40% dari total produksi menjadi 800 kg. Pendapatan yang diperoleh ketika kacang tanah dijual sebagai benih dengan harga jual Rp. 15,000,- per kilogram, diperoleh pendapatan sebesar 12 juta. Namun, kegiatan budidaya dan pasca panen yang tidak baik menyebabkan rendahnya jumlah benih kacang tanah yang dihasilkan. Keuntungan yang seharusnya diperoleh akhirnya menjadi tidak dapat dirasakan.

No Uraian Satuan Volume Harga/satuan Jumlah
1. Sewa lahan M2 640 75.000/300 m2 165,000
2. Benih Kacang Kg 7 17,500 122,500
3. Furadan Kg 1,5 10,000 15,000
4. Plastik pack 1 9,500 9,500
5. Pengolahan Tanah HOK 9 25,000 225,000
6. Upah Tanam HOK 2 20,000 40,000
  TOTAL       577,000
7. Produksi kg 13 15,000 195,000
  Benefit       -382,000
  R/C       0,34

Tabel 7. Analisis Usaha Tani Produksi Benih Kacang Tanah

 

 

Tabel 8. Perbandingan  pendapatan produksi normal dengan Praktik Usaha Pertanian (PUP)

    Produksi Harga Jual (Rp) Pendapatan (640 m2) Pendapatan 1 ha
    640 m2 1 ha
Produksi Normal

Konsumsi 128 kg 2,000 kg 4,000 512,000 8,000,000
Benih

(Penyusutan 40%)

51,2 kg 800 kg 15,000 768,000 12,000,000
Produksi PUP

Konsumsi 57 kg 891 kg 4,000 288,000 3,564,000
Benih 13 kg 203 kg 15,000 195,000 3,045,000
Bila (Penyusutan 40%) 23 kg 356 kg 345,000 5,340,000


KESIMPULAN DAN SARAN

Usaha produksi kacang tanah mempunyai mprospek yang sangat baik untuk diusahakan dimasa mendatang. Banyak faktor yang sangat menentukan dan mempengaruhi keberhasilan produksi benih kacang tanah. Kegiatan budidaya yang baik, penanganan pasca panen yang tepat, kualitas benih yang dihasilkan, dan pemasaran yang baik merupakan faktor kunci keberhasilan produksi benih kacang tanah.

Produksi Benih komoditi selain kacang tanah sebaiknya dicoba untuk dipratikumkan kepada mahasiswa, sehingga dapat menambah pengalaman mahasiswa dalam kegiatan produksi benih.